Rabu, 31 Oktober 2012

Peringatan Hari Dharma Karyadhika tahun 2012 Rutan Tanah Grogot



Yayaya, Selasa 30 Oktober 2012, Ulang Tahun Lagi Kementerian Hukum Dan HAM RI. Upacara peringatan itupun dilaksanakan diseluruh indonesia, baik dikantor pusat maupun dikanwil-kanwil tiap provinsi. begitu juga di Rutan Tanah Grogot, upacara peringatan HUT Dharma Karyadhika dilasksanakan dihalaman Tengah Rutan Tanah Grogot, Dimulai Pukul 07.30 Wita, dipimpin oleh Kepala Rutan "Budi Prajitno, A.Md.IP.SH.MH selaku Inspektur Upacara, dalam suasana yang agak hot, karena mataharinya pagi itu tersenyum terlalu bahagia dan memberikan sinar yang agak diatas rata-rata temperaturenya, tapi tetap semangat melaksanakannya, karena bagi para pegawai wajib hukumnya.hahahaha..

Sebenarnya bukan masalah upacaranya sih, itu cuma sebuah ceremony, yang paling penting dibalik itu makna dari peringatan tersebut, perubahan kearah yang lebih baik lagi. peningkatan kinerja, pelayanan prima dan penerapan anggaran yang tepat sasaran. setidaknya melaksanakan reformasi birokrasi dengan baik agar..... Remunerasinya Bisa Dinaikkkaaaaannn...hahahaha..


Dirgahayu kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia...
Jaya Selalu....




Masih dalam rangkaian acara memperingati HUT Dharma Karyadhika, Rutan Tanah Grogot menggelar Jalan Santai dan berbagai perlombaan diantaranya, lomba Joget Menghimpit Balon di kepala,  Lomba memasukan Pensil dalam botol,Lomba makan kerupuk,Lomba lari kelereng.
    

Peserta Jalan Santai dan perlombaan diikuti oleh Seluruh pegawai dan keluarga pegawai Rutan Tanah Grogot.



Peringatan Hari Dharma Karyadhika tahun 2012 Rutan Tanah Grogot



Yayaya, Selasa 30 Oktober 2012, Ulang Tahun Lagi Kementerian Hukum Dan HAM RI. Upacara peringatan itupun dilaksanakan diseluruh indonesia, baik dikantor pusat maupun dikanwil-kanwil tiap provinsi. begitu juga di Rutan Tanah Grogot, upacara peringatan HUT Dharma Karyadhika dilasksanakan dihalaman Tengah Rutan Tanah Grogot, Dimulai Pukul 07.30 Wita, dipimpin oleh Kepala Rutan "Budi Prajitno, A.Md.IP.SH.MH selaku Inspektur Upacara, dalam suasana yang agak hot, karena mataharinya pagi itu tersenyum terlalu bahagia dan memberikan sinar yang agak diatas rata-rata temperaturenya, tapi tetap semangat melaksanakannya, karena bagi para pegawai wajib hukumnya.hahahaha..

Sebenarnya bukan masalah upacaranya sih, itu cuma sebuah ceremony, yang paling penting dibalik itu makna dari peringatan tersebut, perubahan kearah yang lebih baik lagi. peningkatan kinerja, pelayanan prima dan penerapan anggaran yang tepat sasaran. setidaknya melaksanakan reformasi birokrasi dengan baik agar..... Remunerasinya Bisa Dinaikkkaaaaannn...hahahaha..


Dirgahayu kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia...
Jaya Selalu....




Masih dalam rangkaian acara memperingati HUT Dharma Karyadhika, Rutan Tanah Grogot menggelar Jalan Santai dan berbagai perlombaan diantaranya, lomba Joget Menghimpit Balon di kepala,  Lomba memasukan Pensil dalam botol,Lomba makan kerupuk,Lomba lari kelereng.
    

Peserta Jalan Santai dan perlombaan diikuti oleh Seluruh pegawai dan keluarga pegawai Rutan Tanah Grogot.



Jumat, 12 Oktober 2012

Di Mana pun, Koruptor adalah Koruptor

Di mana bersembunyi, ke mana pun berlari, apa pun kewarganegaraannya: Koruptor tetaplah koruptor. Itulah salah satu pesan inti yang ingin ditegaskan melalui lokakarya internasional yang kemarin dan hari ini dilaksanakan oleh KPK di Yogyakarta.
Hadir berbagai perwakilan negara sahabat, terutama dari ASEAN. Saya mewakili Menkumham memberikan keynote speech dalam pembukaan acara tersebut.Berikut adalah beberapa pokok pikiran yang saya sampaikan dalam pidato kunci tersebut. Tidak kita ragukan lagi, korupsi adalah kejahatan luar biasa,kejahatan kemanusiaan. Sehebat apa pun peradaban kemanusiaan, ia dapat luluh lantak oleh perilaku koruptif yang memang sangat destruktif. Maka itu, menghadapi kejahatan yang sedemikian dahsyat daya rusaknya, tidak ada kekuatan lain yang paling efektif,kecuali terus berikhtiar untuk melawannya secara bersama- sama.
Saya sependapat dengan J Edgar Hoover, direktur FBI, yang pernyataannya terukir di dinding markas besar FBI: "The most effective weapon against crime is cooperation". Karena itu, masyarakat dunia tanpa henti harus terus menguatkan kerja sama internasional melawan korupsi.Masyarakat dunia telah memancangkan beberapa tonggak di antaranya United Nations Convention Against Corruption, the G-20 Anti-Corruption Action Plan, dan the Organization of Economic Cooperation on Combating Bribery of Foreign Policy Public Officials in International Business Transactions.
Globalisasi menyebabkan perbatasan antarnegara semakin kabur.Perlintasan orang dan barang semakin cepat. Tidak ada pilihan lain, kerja sama internasional harus ditingkatkan untuk mencegah bersembunyi dan larinya para koruptor dan lenyapnya asetaset hasil korupsinya. Saya sangat setuju dengan apa yang disampaikan Ketua KPK Abraham Samad dalam sambutannya membuka lokakarya: "Tidak boleh ada satu tempat pun,yang aman bagi koruptor di muka bumi ini. Dengan kerja sama antarnegara, kita harus pastikan tidak ada satu negara pun yang menjadi surga bagi koruptor dan aset hasil jarahannya".
Meskipun harus diakui pula, faktanya, kerja sama internasional masih harus ditingkatkan efektivitasnya, khususnya terkait masalah perjanjian ekstradisi, perjanjian transfer orang yang sudah dihukum,dan perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana. Dalam pelaksanaan mutual legal assistance misalnya seringkali muncul persoalan karena tiga hal utama yaitu: 1) perbedaan sistem hukum antarnegara; 2) ketidakjelasan mekanisme pelaksanaannya; dan 3) perbedaan struktur organisasi pemerintahan dari negara yang terlibat perjanjian tersebut.
Namun, pendekatan yang terlalu formal, berbasis perjanjian, seringkali memakan waktu karena harus taat hukum, wajib taat prosedur, dan mesti dalam kerangka kerja diplomatik yang ketat. Maka itu,selalu harus terus dibuka pendekatan yang lebih informal untuk mengantisipasi pergerakan pelarian koruptor dan asetnya yang sangat cepat. Pendekatan informal demikian tentu saja harus berbasis pada hubungan baik dan saling percaya antarnegara yang bekerja sama.
Untuk membangun relasi yang akrab demikian, pembuatan MoU bisa menjadi salah satu pembuka jalan yang tidak terlalu rumit,namun cukup efektif untuk membangun kesepahaman, khususnya dalam upaya bersama memberantas kejahatan transnasional,lebih khusus lagi dalam melawan korupsi. Saat ini Indonesia telah bekerja sama dengan beberapa negara yang didasarkan pada hubungan baik dan prinsip resiprositas. Sambil, pada saat yang sama,proses formal untuk penandatanganan dan ratifikasi perjanjian ekstradisi, perjanjian MLA, ataupun perjanjian transfer nara pidana terus dilakukan.
Akhir-akhir ini melalui perpaduan pendekatan formal dan informal tersebut, Indonesia memiliki beberapa cerita sukses untuk mengembalikan beberapa buron kasus korupsi yang telah lari ke luar negeri. Sebutlah misalnya penangkapan Gayus Tambunan di Singapura, Nazaruddin di Kolombia, ataupun Nunun Nurbaetie di Thailand. Padahal, seringkali secara sengaja, negara yang dipilih sang buron koruptor adalah negara yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi ataupun perjanjian MLA dengan Indonesia.
Namun, karena pendekatan yang dilakukan tidak hanya formal,sang buron dapat ditangkap dan dapat dengan lebih cepat dikembalikan ke Indonesia. Kita menyadari dalam melakukan penegakan hukum, kepastian hukum harus dijunjung tinggi. Namun, kita juga memahami, kepastian hukum yang terlalu kaku, terlalu formal, justru akan menghambat keadilan hadir.Dalam konteks kerja sama internasional antikorupsi, pendekatan formal semata, yang menutup sama sekali pendekatan hubungan baik, justru akan menjadi lubang hukum yang sangat mewah bagi koruptor untuk terus berlari dan terus menyembunyikan uang hasil korupsinya.
Maka itu, dunia internasional harus meningkatkan kesepahaman bahwa komitmen tegas dalam memberantas korupsi harus dilaksanakan tidak hanya dengan taat pada prosedur dan birokrasi hukum yang ketat, tetapi juga harus terus mengingat bahwa tujuan akhir kerja sama internasional ini adalah para koruptor tidak dapat lagi leluasa bersembunyi di balik kerumitan hukum internasional.Agar harta hasil korupsi tidak lagi cepat raib melalui kecanggihan transaksi keuangan antarnegara, yang tidak lain merupakan praktik haram tindak pidana pencucian uang.
Berbicara tindak pidana pencucian uang mengingatkan kita bahwa hal lain yang perlu juga dikerjasamakan secara erat dan tulus adalah perampasan kembali aset hasil kejahatan. Tidak jarang mengembalikan aset hasil korupsi jauh lebih sulit dibandingkan penangkapan pelaku kejahatan itu sendiri. Hal itu tidak lain karena semakin mudahnya aset dipindahkan dan disembunyikan dengan berbagai rekayasa hukum bisnis yang kompleks, yang tentu saja berkait erat dengan tindak pidana pencucian uang.
Maka itu, kerja sama internasional yang mengantisipasi berbagai modus kejahatan yang memanfaatkan sistem kerahasiaan perbankan, menyalahgunakan berbagai fasilitas perpajakan, ataupun merekayasa berbagai transaksi keuangan pasar saham dan pasar modal. Setiap negara perlu meningkatkan ekonominya melalui daya tarik investasi. Namun, pada saat yang sama,kita wajib memastikan, investasi yang ditanamkan di negara kita masing-masing bukanlah aset hasil jarahan atau uang hasil korupsi, yang sengaja dicuci melalui sistem keuangan, sistem perbankan internasional.
Harus dibangun sistem kewaspadaan internasional yang menolak investasi berdasarkan aset dan uang hasil kejahatan, apalagi hasil korupsi. Uang hasil korupsi tidak boleh menjadi bibit investasi. Seberapa besar pun investasi harus dapat dipastikan bersumber dari uang yang bersih,dari hasil usaha yang tidak terkait dengan kejahatan. Jika investasi berasal dari korupsi, akan sangat sulit bagi negara asal mana pun, tempat uang itu dijarah,untuk menyelamatkannya kembali.
Investasi yang berasal dari korupsi adalah salah satu cara paling efektif untuk melakukan pencucian uang hasil kejahatan, dan akan memakan waktu sangat lama untuk mengembalikannya kepada negara dan rakyat yang menjadi korban kejahatan tersebut. Akhirnya, koruptor harus terus dikepung di mana pun dia bersembunyi, baik dalam hutan belantara hukum nasional maupun internasional.
Di mana pun berada, koruptor tetaplah koruptor. Kita dapat melawannya dengan senjata paling utama: kerja sama yang terus diperbaiki dan kerja sama tanpa henti. Mari terus berjuang bagi dunia dan Indonesia yang lebih baik,yang lebih antikorupsi. Doa and do the best.Keep on fighting for the better Indonesia.

DENNY INDRAYANA
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Guru Besar Hukum Tata Negara UGM

Tolak Gratifikasi Di Lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan


Jakarta, INFO_PAS. Ada yang berbeda pada apel pagi Jumat (12/10) di lapangan upacara Ditjen Pemasyarakatan.  Apel pagi kali ini waktunya agak lebih lama dari hari-hari biasanya. Pembina apel pagi, Direktur Bina Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara (Dit. Bina Basan Baran) Ditjen PAS, Nur Ahmad Santosa, berkesempatan menyampaikan sosialisasi Pelaporan Gratifikasi. Namun demikian,  peserta apel yang diikuti para pejabat eselon II, III dan IV serta pejabat fungsional umum dan khusus ini cukup antusias mendengarkannya.
Dalam penyampaiannya, Nur Ahmad Santosa mengatakan dengan tegas bahwa Gratifikasi sebagai pemberian, dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, discount, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik maupun tanpa sarana elektronik.
Setiap Gratifikasi / Pemberian kepada pegawai di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM dianggap sebagai pemberian SUAP, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dimana pemberian suap merupakan tindakan korupsi, kecuali jika penerima melaporkan Gratifikasi/Pemberian yang diterimanya kepada KPK.
"Suap merupakan tindakan korupsi, kecuali jika penerima melaporkan gratifikasi/pemberian yang diterimanya kepada KPK", tegas Nur Ahmat.
Pelaporan Gratifikasi bagi pegawai yang menolak atas pemberian Gratifikasi dimulai dengan mengisi formulir penolakan atas pemberian/gratifikasi yang dapat diunduh dari situs resmi Inspektorat Jenderal www.itjen.kemenkumham.go.id
Lebih lanjut, Nur Ahmad Santosa berharap, dengan sosialisasi pelaporan gratifikasi tersebut dapat dipedomani oleh seluruh pegawai di Lingkungan Ditjen Pemasyarakatan. Sebagai tambahan dalam penyampaian akhir, diharapkan kepada seluruh pejabat eselon II dan III di lingkungan Ditjen Pemasyarakatan, segera menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke bagian kepegawaian.
Apel pagi yang dikomandani Kepala Sub Direktorat Registrasi, Suherman, itu berakhir pada pukul 08.15 wib.

Terima Kasih Presiden SBY


Ke mana Presiden kita? SBY di mana? Akhir-akhir ini banyak pesan dengan isi senada menghiasi ruang publik,mulai dari media cetak dan elektronik, media sosial, hingga SMS dan BBM. Semuanya terkait dengan meruncingnya relasi KPK dan Polri.
Saya akan menjelaskan Presiden tidak ke mana-mana. Presiden terus memantau dan berupaya mencari solusi terbaik agar persoalan KPK dan Polri tidak makin meruncing dan kontraproduktif. Memang tidak semua upaya Presiden tersebut dipublikasikan dan terbuka untuk pemberitaan. Tidak jarang strategi komunikasi untuk mendamaikan suasana justru kontraproduktif jika dipublikasikan.
Saya dapat saja diam dan tidak mengungkapkan fakta tersebut karena pasti akan dituduh bersikap ABS. Namun, saya memilih untuk menjelaskan apa adanya.Saya tidak boleh diam dan hanya cari selamat misalnya demi citra di mata publik yang terus mengkritisi Presiden. Padahal Presiden yang telah bekerja terus mendapatkan cibiran dan perlakuan tidak fair di ruang publik.
Persoalan yang dihadapi KPK dengan beberapa lembaga negara berulangkali terjadi. Ikhtiar pemberantasan korupsi yang dilakukannya menyebabkan KPK tentu akan bergesekan dengan oknum koruptif di beberapa institusi. Salah satu gesekan yang terjadi beberapa kali adalah dengan Polri karena beberapa oknumnya terindikasi melakukan korupsi. Ketika muncul persoalan terbuka antara KPK dan Polri, dikenal dengan insiden "Cicak vs Buaya", Presiden langsung mengambil langkah-langkah penyelamatan. Pada 2009, karena persoalan hukum, tiga pimpinan KPK (Antasari Azhar, Chandra Hamzah, dan Bibit Samad Rianto) tidak aktif.
Hanya ada dua pimpinan KPK yang masih bertugas yakni M Jasin dan Haryono Umar. Maka itu, KPK nyaris tumbang. Dalam situasi demikian, Presiden menyelamatkan nyawa KPK. Presiden menerbitkan Perpu Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan UU KPK yang memungkinkan diangkatnya pimpinan KPK sementara. Maka itu, kehadiran Tumpak Hatorangan Panggabean, Waluyo, dan Mas Achmad Santosa kembali menyambung napas KPK yang kembang kempis.
Sangat jelas Presiden mengklasifikasikan KPK yang hanya dipimpin dua orang adalah "kegentingan yang memaksa" sehingga perpu wajib diterbitkan. Selanjutnya, untuk menyelesaikan persoalan hukum Chabit (Chandra dan Bibit), Presiden membentuk Tim Independen Verifikasi Kasus (Tim 8)—di mana saya menjadi sekretaris timnya. Rekomendasi kami agar kasus Chabit tidak dibawa ke pengadilan diterima Presiden. Akhirnya kasus Chabit ditutup dengan pengesampingan perkaranya oleh Jaksa Agung (deponeering).
Saya ingat persis ketika pamit akan naik haji pada 2010, sambil membawa usulan agar kasus Chabit dihentikan dengan deponeering. Tanpa berpikir lama, Presiden menyetujui usulan saya tersebut dan akhirnya disetujui dan dilaksanakan pula oleh Jaksa Agung. Penyelamatan KPK tidak hanya dengan menyelamatkan para pimpinannya dari persoalan hukum, tapi juga dari pelemahan regulasinya. Sudah pernah saya sampaikan, ketika pada 2009 di DPR membahas RUU Pengadilan Tipikor, berkembang pula wacana untuk mengurangi dan membatasi kewenangan strategis KPK, utamanya dengan menghilangkan penuntutan dan mewajibkan izin sebelum penyadapan.
Menghadapi rencana demikian, Presiden dalam sidang kabinet terbatas menyampaikan arahan yang jelas kepada Menkumham kala itu, selaku wakil pemerintah, bahwa pemerintah menolak proposal rumusan demikian. Presiden menegaskan ingin KPK tetap efektif bekerja dan karena itu menolak jika kewenangan strategis KPK dilucuti. Dengan beberapa contoh di atas, menjadi tidak fair mengatakan Presiden tidak hadir ketika KPK dilemahkan. Dalam contoh di atas, Presiden justru berperan aktif menyelamatkan KPK.
Kalaupun Presiden tidak langsung muncul, itu karena memang beberapa tindakan diperintahkan dilakukan oleh Menkopolhukam, menteri kabinet, atau saya sendiri. Ada pula yang mengkritisi dengan membandingkan cepatnya Presiden merespons video Ariel.Suatu perbandingan yang keliru. Berita tanggapan Presiden atas video Ariel disampaikan Presiden karena menjawab pertanyaan wartawan di Istana Cipanas. Saya tahu persis karena saat itu saya juga ikut hadir dalam forum tanya jawab tersebut. Saat itu Presiden memang membuka ruang tanya jawab dan mempersilakan wartawan menanyakan beberapa isu-isu aktual, yang langsung beliau jawab.
Karena itu,  ketika Presiden malam tadi menegaskan lima kebijakannya yang pada dasarnya menyelamatkan lagi agenda pemberantasan korupsi, termasuk pula menguatkan KPK, bagi saya itu konsisten dengan sikap Presiden selama ini. Saya tahu persis pilihan sikap Presiden karena dalam beberapa waktu terakhir berdiskusi intens dengan Presiden untuk perumusan pidato beliau tadi malam. Dimulai ketika saya hadir di KPK sejak Kamis malam hingga Jumat dini hari kemarin, ketika Novel Baswedan dikabarkan akan ditangkap Polri.
Saya, yang diminta hadir ke KPK oleh Menkopolhukam dan Busyro Muqoddas, malam itu mengirimkan laporan kepada Presiden melalui SMS. Jumat pagi Presiden menelepon saya dan menyampaikan beberapa pandangan beliau, yang kemudian ditegaskan lagi pada pertemuan langsung sore harinya. Dengan bermodal arahan Presiden, riset dan masukan dari beberapa teman, sejak Sabtu hingga Senin dini hari saya menyiapkan masukan kepada Presiden. Alhamdulillah, tentu setelah menerima pandangan dari beberapa pihak, Presiden memutuskan lima hal yang sejalan dengan masukan yang saya tuliskan dalam legal memorandum.
Beberapa kalangan mengirim pesan, mengapresiasi pidato Presiden tadi malam. Terima kasih, ingin saya sampaikan, saya hanya kurir yang menyampaikan pesan publik anti korupsi kepada Presiden, yang juga sudah memahaminya dan mengetahuinya. Presiden SBY menegaskan bahwa: Pertama, penanganan kasus simulator menjadi kewenangan tunggal KPK.
Dalam pertemuan siang hari sebelumnya, Presiden telah bertemu Kapolri dan pimpinan KPK, serta menegaskan kepada Kapolri bekerja sama dan hasil penyidikan simulator diserahkan kepada KPK. Kedua, Presiden menyampaikan akan mengatur soal penyidik KPK dari instansi lain agar dapat bekerja empat tahun, tanpa ditarik di tengah masa kerjanya. Ketiga, Presiden mengkritik penanganan kasus Novel Baswedan yang tidak tepat timing dan caranya. Keempat, Presiden menolak rencana perubahan UU KPK yang berpotensi melemahkan KPK.
Kelima, yang terakhir, Presiden menyarankan agar nota kesepahaman disempurnakan untuk meningkatkan sinergi dan kerja sama pemberantasan korupsi antara KPK, Polri,dan kejaksaan. Kelima arahan dan solusi yang disampaikan Presiden tersebut sudah jelas kembali memberikan "angin segar" bagi pemberantasan korupsi, termasuk menguatkan peran dan fungsi KPK. Tentu dengan tetap menjaga agar institusi Polri (dan kejaksaan) tetap dihormati serta juga diselamatkan.
Dalam pemberantasan korupsi tentu kita butuh KPK yang semakin kuat dan Polri yang semakin bersih. Terima kasih Presiden SBY. Mari, terus berjuang untuk Indonesia yang lebih baik, Indonesia yang antikorupsi. Keep on fighting for the better Indonesia. ●
DENNY INDRAYANA
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Guru Besar Hukum Tata Negara UGM

Launching Hari Dharma Karya Dhika

Jakarta --- Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin meresmikan pembukaan Hari Darma Karya Dhika pada Jumat (05/10), di Graha Pengayoman, Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM Jakarta. Hari Darma Karya Dhika pada tahun ini terfokus pada dua tempat yaitu di  DKI Jakarta dan di DI. Jogyakarta, pada DKI Jakarta terdapat launching peringatan Hari Dharma Karya Dhika, Pameran Foto Kegiatan Tugas dan Fungsi Kant
or wilayah, Bhakti sosial, Peduli layanan masyarakat, Hari sehat jasmani KemenkumHAM, Pelepasan purna bhakti pengayoman, pemberian penghargaan pengabdian, kinerja, kreativitas dan inovasi KemenkumHAM dan Upacara hari Dharma Karya Dhika 2012. sedangkan pada DI. Jogyakarta terdapat Refleksi satu tahun Menteri Hukum dan HAM  serta pembukaan Legal Expo, dan Pelaksanaan Legal Expo. Zq & yosi

Jumat, 05 Oktober 2012

Memaknai 'Pemasyarakatan Produktif' Bukan Sekedar Wacana

 
Membangun Optimisme Pemasyarakatan produktif” semangat yang digaungkan sebagai tema Hari Bhakti Pemasyarakatan ke 48, masih sering dimaknai identik dengan meningkatkan produktifitas bengkel kerja. Tidak dapat dipersalahkan memang, tema Hari Bhakti Pemasyarakatan digaungkan sangat berdekatan dengan peluncuran program unggulan Pemasyarakatan tahun 2012 yaitu SDP, SMS Gateway, layanan kunjungan berbasis IT dan salah satunya adalah bengkel kerja Pemasyarakatan Bangkit. Sehingga terdapat sebagian jajaran Pemasyarakatan yang menyamakan kedua tema tersebut.
Sesungguhnya Pemasyarakatan produktif, tidak sekedar bermakna bangkit dalam hal produktifitas di bidang hasil karya warga binaan. Pemasyarakatan  Produktif memiliki makna yang lebih luas, baik dari aspek subtantif maupun sasaran strategisnya. Sebelum semakin berkembang kesalahapahaman dalam memaknai semangat kedua tema tersebut, kiranya perlu diluruskan tentang makna Pemasyarakatan Produktif yang sesungguhnya. Tulisan kali ini diharapkan dapat memberikan pencerahan agar pelaksanaan tugas Pemasyarakatan dapat semakin optimal.
Membangun Optimisme Pemasyarakatan Produktif memiliki dua sisi yang terpadu  dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Pertama dari sisi Petugas Pemasayarakatan, sebagai aparatur penegak hukum di bidang Pemasyarakatan, dituntut untuk kreatif, inovatif dalam melaksanakan tugas bukan hanya sebagai rutinitas semata (business as usual). Sedangkan dari sisi masyarakat dan warga binaan menjadi suatu dambaan yang diharapkan menjadi kenyataan, bahwa program pembinaan mampu membentuk warga binaan Pemasyarakatan menjadi pribadi-pribadi kreatif dan produktif, yang pada gilirannya mampu berintegrasi secara sehat dalam kehidupan di masyarakat setelah selesai menjalani pidananya.
Oleh karena itu, Pemasyarakatan Produktif hendaknya dimaknai sebagai:
Pertama;   Komitmen petugas untuk bekerja lebih keras, cerdas dan ikhlas, serta jauh dari segala bentuk  penyalahgunaan kewenangan.
Kedua;       pemberdayaan warga binaan pemasyarakatan secara positif, dalam wujud pelatihan dan kesempatan berproduksi (bekerja)
Ketiga;       keikutsertaan masyarakat secara aktif dan berkesinambungan dalam pelaksanaan tugas Pemasyarakatan dengan tetap mengedepankan penghormatan terhadap tugas, tanggung jawab dan wewenang institusi.

Selain itu Produktifitas Pemasyarakatan harus dapat diimplementasikan dalam bentuk kinerja yang optimal, terarah dan terukur. Pemasyarakatan yang produktif harus dimaknai dengan peningkatan kinerja Pemasyarakatan di segala aspek dan bidang tugas Pemasyarakatan
Produktifitas petugas diwujudkan dengan meningkatkan pelayanan baik pelayanan terhadap warga binaan ataupun layanan publik, produktif meningkatkan program pembinaan dan pembimbingan narapidana, produktif dalam hal pencegahan dan peningkatan pengamanan.
Sudah tidak zamannya lagi jika kita melaksanakan tugas berdasarkan kelaziman yang sudah berjalan dan terlena dengan kondisi dan keadaan yang ada saat ini (comfort zone) Petugas Pemasyarakatan harus kreatif dan memperhatikan situasi dan perkembangan yang terjadi di masyarakat, serta harapan publik. Petugas Pemasyarakatan harus berani melakukan terobosan dan perubahan-perubahan, untuk mencapai tujuan Sistem Pemasyarakatan. Dan yang pastinya semua dilakukan tetap berlandaskan pada aturan dan prosedur yang telah ditetapkan.
Di bidang pengamanan, kita memang belum memiliki alat pendeteksi narkoba, seperti detektor pelacak sinyal handphone, tak jarang teknologi yang kita miliki (jauh tertinggal) terkalahkan dengan teknologi yang dimilki oleh warga binaan, tetapi petugas harus terus meningkatkan dan mengasah (kepekaan) insting/sence of security dengan memperhatikan fenomena peri kehidupan hunian atau dengan meningkatkan fungsi intelegennya di dalam Lapas. Serta mengembangkan kebijakan pengamanan yang efektif, meningkatkan profesionalisme pengamanan, strategi pengelolaan konflik dan kerusuhan yang  meminimalkan perilaku kekerasan dan mengedepankan HAM.
Dalam bidang pembinaan dan pembimbingan, jangan lah terlena dengan pola-pola lama yang bersifat ‘officer oriented’ dengan program yang dikembangkan dgn budaya top down. Pola-pola seperti itu, terbukti tidak dapat menunjukkan keberhasilan dalam pembinaan narapidana, karena mereka mengikuti kegiatan pembinaan dengan keterpaksaan dan belum tentu sesuai dgn potensi yang mereka miliki. Pemasyarakatan produktif menuntut kita untuk mengembangkan program dan model pembinaan yang didasari hasil asesmen, yaitu pembinaan yang bersifat ‘inmate oriented’ dan fungsi Pemasyarakatan yang bercirikan community based treatment.
Produktifitas Pemasyarakatan bukan hanya berlaku untuk Lapas, Rutan dan Bapas, tetapi juga mencakup peran Rupbasan. Disadari peran Rupbasan sangatlah penting dalam Sistem Peradilan Pidana, tetapi kewenangannya selama ini belum diakui.  Fungsi kordinasi antara lembaga penegak hukum sudah menjadi kewajiban, tetapi kepercayaan lembaga penegak hukum kepada peran Rupbasan juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan. Oleh karenanya meningkatkan kapasitas dan profesionalisme petugas Rupbasan dalam sistem perawatan, pemeliharaan dan pengamanan benda sitaan dan barang rampasan merupakan faktor penting untuk menaikkan peran Rupbasan Sistem Peradilan Pidana. 
Tak ada yang tak mungkin untuk maju. Kemauan dan kesungguhan lah yang menunjukkan kualitas kita untuk mencapai tujuan. Kami berharap tulisan ini bukan sekedar untuk menjadi wacana semata. Mari  buka wawasan, peka terhadap lingkungan dan perubahan jaman, untuk Pemasyarakatan yang lebih maju. PEMASYARAKATAN, SEMANGAT, SIAP, YESS !!

Membuat SOP Itu Tidak (Harus) Rumit


Ketika saya membaca Prosedur Tetap (Protap) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang disusun pada tahun 2003 yang di dalamnya memuat tentang prosedur kerja pada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan Negara (Rutan), maupun Balai Pemasyarakatan (Bapas), saya mendapatkan gambaran yang jelas tentang standar operational procedures (SOP) yang harus dilakukan oleh petugas. Misalnya saja, prosedur apa yang harus dilakukan oleh petugas penjagaan dalam menerima seorang narapidana baru diuraikan secara jelas. Petugas diberikan panduan tentang aktifitas yang harus dia lakukan sejak seorang narapidana baru diantar masuk melalui pintu penjagaan (porter), diperiksa berkas-berkasnya, digeledah badan dan barang bawaannya, pencatatan identitas narapidana dalam buku penjagaan, hingga mengantarkan narapidana tersebut ke bagian registrasi. Dalam konteks demikian, sebenarnya Protap ini tidak hanya menjelaskan prosedur-prosedur sederhana yang harus dilakukan oleh petugas, tetapi juga menggambarkan prosedur yang lebih komplek yang membutuhkan koordinasi antar bidang/bagian.
Tidak berbeda dengan Protap tahun 2003, Direktorat Jenderal Pemasyaraktan (Ditjenpas) telah menyusun tidak kurang dari 917 SOP Pemasyarakatan dalam rentang waktu 2010 hingga 2011. Dokumen SOP ini juga memuat prosedur kerja yang harus dijalankan oleh petugas pemasyarakatan dalam menjalankan tugasnya. SOP ini,  yang sebagian besar merupakan hasil kerja dari kelompok kerja (Pokja) Tata Laksana dalam program Reformasi Birokrasi, memberikan gambaran tentang apa, siapa, dan bagaimana suatu prosedur harus dilaksanakan. Dan sebagian besar (kalau tidak bisa dikatakan seluruhnya) dari SOP ini menggunakan diagram alir (flowchart) sebagai formatnya karena menggunakan symbol-simbol flowcharts. Hingga saat sekarang, SOP ini sepertinya belum disosialisasikan, oleh karenanya belum juga diimplementasikan.
Dalam pandangan saya, Protap yang disusun tahun 2003 telah “berhasil” menjadi panduan yang mudah dipahami oleh petugas dalam menjalankan prosedur kerja yang harus dilakukannya. Hampir tidak ada notasi yang sulit dipahami. Protap ini menggunakan gambar bentuk tubuh sebagai symbol bagi petugas dan notasi kotak yang didalamnya diberikan penjelasan tentang nomenklatur jabatan sebagai penanda bidang kerja dari petugas. Selain dari itu, hampir tidak ada notasi lain. Protap ini lebih mengedepankan penggunaan narasi yang simple dalam menjabarkan prosedur prosedur yang harus dijalankan. Namun sepertinya, kesederhanaan format Protap inilah yang justru menjadikannya mudah dipahami. Meski diakui oleh salah seorang penyusunnya, bahwa Protap tersebut sebenarnya dibuat tidak menggunakan “ilmu”, mereka hanya “mentransfer” apa yang dipraktekkan di lapangan ke dalam bentuk tulisan.
Pertanyaannya adalah,  sebenarnya “ilmu” apa yang harus dimiiliki untuk membuat SOP?
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan) telah mengeluarkan peraturan tentang bagaimana tata cara pembuatan SOP, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operational Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan,. Permenpan ini secara gamblang menjabarkan tentang apa itu SOP, prinsip penyusunan SOP, siklus penyusunannya, jenis dan format SOP.
Hal yang ingin saya garisbawahi dalam tulisan ini adalah terkait dengan format SOP. Di dalam Permenpan tersebut disebutkan bahwa terdapat 4 (empat) format SOP, yaitu langkah sederhana (simple steps), tahapan berurutan (hierarchical steps), grafik (graphic), dan diagram alir (flowcharts). Format sederhana digunakan jika prosedur yang akan disusun hanya memuat sedikit kegiatan dan memerlukan sedikit keputusan. Format tahapan berurutan merupakan pengembangan dari langkah sederhana dan jika prosedur yang disusun panjang, lebih dari 10 langkah dan membutuhkan informasi lebih detil, akan tetapi hanya memerlukan sedikit pengambilan keputusan. Format Grafik dipergunakan jika prosedur yang disusun menghendaki kegiatan yang panjang dan spesifik. Sedangkan format diagram alir merupakan format yang biasa digunakan jika dalam SOP tersebut diperlukan pengambilan keputusan yang banyak (komplek) dan membutuhkan jawaban “ya” atau “tidak” yang mempengaruhi sublangkah berikutnya.
Dan untuk menentukan format yang tepat dalam pembuatan SOP adalah dengan memperhatikan 2 (dua) factor, yaitu: pertama, berapa banyak keputusan yang akan dibuat dalam suatu prosedur; kedua, berapa banyak langkah dan sublangkah yang diperlukan dalam suatu prosedur. Dengan demikian, sudah sangat jelas bahwa format SOP akan sangat berbeda antara satu dengan yang lainnya tergantung kepada dua faktor tersebut. Dan format terbaik dari SOP adalah yang dapat memberikan wadah serta dapat mentransmisikan informasi yang dibutuhkan secara tepat dan memfasilitasi implementasi SOP secara konsisten.
Kekeliruan yang sering terjadi dalam pembuatan SOP, salah satunya, adalah bahwa SOP dibuat dengan menggunakan format yang tidak sesuai dengan peruntukkannya. Seringkali, SOP yang semestinya dapat dibuat dalam format sederhana/simple, tetapi dibuat dalam format grafik ataupun format yang komplek dengan menggunakan diagram alir (flowcharts). Seringnya penggunaan format diagram alir (flowcharts) dalam pembuatan SOP ini bisa jadi karena kita keliru memahami Permenpan tentang pedoman pembentukan SOP tersebut. Karena, didalam Permenpan ini dicantumkan symbol-simbol flowcharts, maka seolah-olah semua SOP yang dibuat harus menggunakan symbol flowcharts tersebut. padahal, symbol flowcharts tersebut merupakan symbol-simbol yang digunakan apabila SOP yang dibuat menggunakan format diagram alir yang mana di dalam SOP tersebut membutuhkan pengambilan keputusan yang banyak.
Jadi jika SOP yang dibuat merupakan prosedur-prosedur yang sederhana dan tidak membutuhkan banyak pengambilan keputusan, mengapa “dipaksakan” menggunakan format diagram alir (flowcharts)? Bukankah akan lebih tepat apabila prosedur-prosedur tersebut dibuat dalam format SOP yang simple sehingga akan lebih mudah dibaca dan dipahami, bahkan oleh pegawai baru sekalipun. Dengan demikian, SOP yang telah dibuat mudah-mudahan tidak hanya akan menjadi dokumen yang indah semata, tetapi benar-benar dapat dipahami dan diimplementasikan.
 Terus berkarya untuk Pemasyarakatan yang lebih baik.

Lapas Model Tingkatkan Akses Layanan Kesehatan


INFO_PAS. National Technical Officer HIV Cooperation Program  for Indonesia (HCPI), Alia Hartati mengemukakan bahwa Lapas model merupakan strategi baru dalam proses pembelajaran penanganan narapidana terkait HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkotika secara komprehensif.
“Sebelas Lapas model telah ditetapkan Ditjen PAS untuk meningkatkan akses layanan kesehatan,” ujar  Alia ketika memberikan materi dihadapan 68  Kalapas/Karutan dan Tim AIDS, di Arion Swiss Belhotel, Bandung .
Dikatakannya Lapas model tersebut akan menjadi pusat pembelajaran bagi unit pelaksana teknis Pemasyarakatan disekitarnya, agar dapat menjalankan program HIV-AIDS dan penyalahgunaan narkotika secara komprehensif dan berkesinambungan. Layanan kesehatan komprehensif meliputi, KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi), layanan dasar, layanan HIV, IMS (Infeksi Menular Seksual), PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon) dan Kesehatan Jiwa.
“Saat ini kita sedang susun finalisasi pedoman bagaimana Lapas model dijalankan,” ujarnya.
Alumni Fakultas Kedokteran Tri Sakti ini berharap Lapas model ini akan muncul Lapas model-Lapas model lain dalam upaya peningkatan kesehatan di Lapas/Rutan.
Adapun Lapas yang ditunjuk sebagai Lapas model adalah:
-          Lapas Narkotika Cipinang , DKI Jakarta
-          Lapas Narkotika Banceuy , Bandung, Jawa Barat
-          Lapas Pemuda Tangerang, Banten
-          Lapas Narkotika Yogjakarta , DI Yogyakarta
-          Lapas Klas I Gedung Pane,  Semarang Jawa Tengah
-          Lapas Klas I Madiun, Jawa Timur
-          Lapas Kerobokan, Denpasar Bali
-          Lapas Narkotika Sungguminasa, Sulawesi Selatan
-          Lapas Samarinda, Kalimantan Timur
-          Lapas Batam, Kepulauan Riau
-          Lapas Klas 1 Medan, Sumatera Utara.
Di akhir penyampaian materinya, Alia Hartati berharap Lapas model ini ada ditiap propinsi dan Lapas model yang telah ditunjuk dapat berbagi pengalaman ke Lapas lain. (AH)

Penanggulangan HIV-AIDS Lapas/Rutan diakui Dunia Internasional


INFO_PAS. Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS  Nasional (KPAN), Kemal Siregar mengemukakan bahwa program penanggulangan HIV-AIDS di Lapas/Rutan terbaik di Indonesia dan diakui dunia Internasional.
“Bisa dipakai model, bukan hanya di Indonesia tapi ASEAN, bahkan sudah masuk dalam laporan United Nation General Assembly Special Session ke United Nation AIDS Geneva,” ujar Kemal saat acara pembukaan Sosialisasi program Getting to Zero di Lapas/Rutan, Senin (1/10).
Dihadapan 25 Kepala Divisi Pemasyarakatan dan 118 Kepala UPT Pemasyarakatan beserta Tim AIDS, team Leader HIV Cooperation Program  for Indonesia (HCPI), Nurlan Silitonga menyampaikan selama kurang lebih 4 tahun Program penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/Rutan membuahkan hasil yang membanggakan. Sudah 149 Lapas/Rutan memberi layanan HIV/AIDS, Layanan Volunter counceling test (VCT) lebih dari 50, serta layanan komprehensif lebih dari 59 Lapas/Rutan.
“Keberhasilan ini, dikarenakan Pemasyarakatan bersedia membuka diri, menerima ide-ide baru dan  terbuka kerjasama dengan pihak luar,” kata Nurlan.
Pada kesempatan yang sama Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Sihabudin menyampaikan bahwa walaupun patut kita berbangga, tidak berarti  tugas sudah selesai.
“Yang terpenting komitmen pencapaian Getting to Zero Lapas/Rutan,” tegas Sihabudin.
Sementara itu dalam laporannya, Direktur Bina Kesehatan dan Perawatan Ditjen Pemasyarakatan, Bambang Krisbanu menyampaikan tujuan program Getting to Zero Lapas/Rutan adalah menurunkan infeksi baru HIV, mengurangi  Stigma  dan diskriminasi wargabinaan yang positif  HIV dan TB serta menurunkan angka kematian akibat AIDS.
Bambang juga menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada KPA Nasional,  Global Fund (GF SSF),  HCPI dan FHI sehingga acara sosialisasi ini dapat terselenggara. (AH/JP)

Standar Pelaksanaan Tugas Dorong Profesionalisme Petugas PAS

INFO_PAS – Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI, Susy Susilawati menyampaikan pentingnya Standar Operasional Procedure (SOP) dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang dijalankan petugas Pemasyarakatan.
“Sistem yang baik akan menghasilkan kinerja yang baik”. Begitulah yang dikatakan Susy dalam pada acara Semiloka Sosialisasi Standar Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan yang berlangsung 2 s/d 4 Oktober di Banjamasin.
Ketika dihubungi oleh INFO_PAS, Susy menjelaskan bahwa saat ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) telah memiliki protap yang disusun sejak 2003 yang di dalamnya memuat tentang prosedur kerja pada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan Negara (Rutan), maupun Balai Pemasyarakatan (Bapas). Selain itu selama kurun waktu 2010 hingga 2011, Ditjen PAS juga telah berhasil menyusun lebih dari 900 SOP. Seluruhnya dibuat sesederhana mungkin, baik dari segi pemakaian simbol, alur, serta narasi agar mudah dipahami dan dilaksanakan. Hal ini juga untuk memberikan gambaran tentang apa, siapa, dan bagaimana suatu prosedur tugas harus dilaksanakan para petugas Pemasyarakatan.
“Kita akui implementasinya belum sesuai yang diharapkan karena terkendala berbagai masalah. Dari masalah SDM, sarana prasarana, struktur bangunan, dan juga partisipasi masyarakat serta budaya masyarakat setempat, “ ujar Sesditjen PAS.
Dalam acara yang dihadiri oleh seluruh Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Unit Pelaksanan Teknis Pemasyarakatan wilayah Kalimantan, Susy mengharapkan SOP yang telah disusun dapat dipahami dan diimplementasikan.
“Kita akan terus mengembangkan dan menyempurnakan SOP yang ada. Dan semoga standar pelaksanaan tugas yang telah dibuat tidak hanya menjadi dokumen semata, tetapi benar-benar dapat dipahami dan diimplementasikan”, kata Susy Susilawati.
Semiloka Sosialisasi Standar Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan ini juga dihadiri Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana. Dalam kesempatan tersebut, Wamenkumham mengingkatkan pentingnya pemberantasan Halinar (HP, pungli, narkoba) di lapas/rutan demi mewujudkan pemasyarakatan yang profesional dan lebih baik.
“Untuk mewujudkan Pemasyarakatan yang bebas Halinar, kita harus memiliki inisiatif dan niat untuk melakukan pembenahan”, ucap Denny.
Walaupun masih ditemui kendala dilapangan, namun Denny percaya para Kalapas dan Karutan di seluruh Kalimantan merupakan orang-orang terpilih yang bisa melakukan pembenahan serta mewujudkan Pemasyarakatan yang bebas Halinar.
"Saya yakin Bapak dan Ibu adalah pionir, orang-orang terpilih. Jadi Pemasyarakatan di Kalimantan bisa kita jaga jadi lebih baik," jelasnya.

Pembebasan Bersyarat Bisa Dicabut dan Dibatalkan


"Pembebasan Bersyarat bisa dicabut dan dibatalkan," demikian dikatakan Direktur Bimbingan Kemasyarakatan (Bimkemas) dan Pengentasan Anak, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS),  Mardjoeki di Grand Boutique Hotel Jakarta.

Untuk itulah, Marjoeki mengaku perlunya Standar Operasional Prosedur (SOP) Pencabutan dan Pembatalan SK Pembebasan Bersyarat (PB), agar petugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas memiliki pedoman standar, efektif dan efisien dalam menunjang tugasnya. 
Sebanyak 30 orang peserta yang terdiri dari pegawai Ditjenpas, Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta  dan perwakilan Bapas se-DKI,  terlibat dalam kegiatan pembahasan SOP Balai Pemasyarakatan (Bapas) yang diselenggarakan dari tanggal 3 - 5 Oktober 2012.
 “Selama ini  pemberian hak Pembebasan Bersyarat (PB) kepada klien Pemasyarakatan masih dianggap sebagai pemberian yang permanen bagi narapidana, itu terlihat dari jumlah pelanggaran yang dilakukan narapidana dalam pelaksanaannya. Padahal pelanggaran-pelanggaran itu dapat membuat narapidana kehilangan SK PB-nya,” kata Mardjoeki.
Dari kegiatan ini, Mardjoeki berharap petugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas yang mempunyai tugas dan fungsi pembimbingan dan pengawasan,  akan lebih konsisten terhadap pelaksanaan PB.
“Dengan menggunakan SOP, tujuan peningkatan serta penguatan peran dan fungsi Bapas dapat terwujud, berdasar ketatalaksanaan yang baik,” harap Mardjoeki.
Lebih lanjut, Mardjoeki berpesan bahwa kemampuan untuk merumuskan pemikiran-pemikiran konsepsional sistematis harus seiring dengan keberadaan perundang-undangan, mengingat di era reformasi ini segala langkah maupun kebijakan yang akan dilakukan harus memiliki dasar hukum.
“Selalu bersikap profesional dengan menjaga komitmen dan integritas moral dalam melaksanakan tugas, serta tetap memperhatikan rambu-rambu hukum yang berlaku,” demikian pesannya.
Sementara itu Kasubdit Bimbingan dan Pengawasan Klien Dewasa, Rachmayanti mengungkapkan bahwa selama rentang waktu Januari sampai dengan September tahun 2012, tercatat klien Bapas se-Indonesia berjumlah 41.926, yang telah dicabut SK PB-nya sebanyak 222 klien dan yang dibatalkan pembimbingannya ada 12 klien.
Sedangkan, tahun 2011 dari 36.366 klien yang menjalani Pembebasan Bersyarat tercatat 298 klien dicabut pembimbingannya dan 27 klien dibatalkan Sk Pembebasan Bersyaratnya.

Selasa, 02 Oktober 2012

Implementasi UU Bantuan Hukum Harus Tepat Sasaran

Dalam melaksanaksn Implementasi UU 16/2011 tentang Bantuan Hukum, harus mewaspadai segala kemungkinan penyelewengan alokasi anggaran untuk biaya bantuan hukum yang diberikan. Baik dari aksi pilih-pilih pemberian layanan hukum, maupun pemanfaatan alokasi dana tersebut untuk kepentingan lain. "Jangan sampai, misalnya, pemberi bantuan hukum hanya mau ke daerah yang mendapatkan penggantian dana besar," kata Ketua Badan Pengurus YLBHI, Alvon Kurnia Palma, dalam diskusi bulanan Kementerian Hukum dan HAM. Antisipasi harus disiapkan, jangan sampai dinikmati pemberi bantuan hukum yang hanya berpretensi memanfaatkan dana.
Alvon juga mengingatkan, banyak lembaga bantuan hukum yang memiliki afiliasi dengan organisasi tertentu. Tak terkecuali dengan partai politik. "Jangan sampai juga, dana bantuan hukum justru menjadi 'bensin' politik," imbuh dia. Direktur Indonesian Legal Roundtable, Alexander Lay, mengakui detil penentuan mekanisme pengucuran dana untuk bantuan hukum belum rampung dibahas bersama Kementerian Keuangan. "Apakah at cost atau akan lumpsum, harus dipastikan akses keadilan terpenuhi merata," ujar dia. Harus pula ada mekanisme untuk memastikan pemberi bantuan hukum tak 'pilih kasih' memberikan bantuan hukum, dengan ancaman sanksi. Verifikasi yang ketat dan akuntabel atas calon lembaga pemberi bantuan hukum harus menjadi syarat. Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, menegaskan UU Bantuan Hukum merupakan bentuk politik hukum dan komitmen Pemerintah. "Untuk mendekatkan masyarakat dengan keadilan," ujar dia, dalam acara yang sama.


UU ini diharapkan dapat memberikan layanan hukum pada kaum marjinal, anak-anak, dan golongan lanjut usia. Mendekatkan hukum dan keadilan melalui UU Bantuan Hukum, akan berwujud bantuan hukum gratis bagi golongan tak mampu yang berperkara hukum. Saat ini Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sedang dikebut, sebagai pedoman teknis pelaksanaan UU 16/2011. Bersamaan, disiapkan juga instrumen penilaian dan pengawasan pemberian bantuan hukum. "Instrumen ini sangat krusial, agar tak terjadi penyimpangan pelaksanaan," ujar Denny. Anggota Komisi III DPR, Didi Irawadi, mengatakan sasaran dari UU 16/2011 adalah kalangan miskin. Definisi miskin memang gampang diperdebatkan. "Tapi, kita masih ingat kasus pencurian kakao, sandal, atau enam piring. Itu yang menjadi sasaran bantuan hukum dari UU ini," tegas dia. Kalangan miskin dalam UU 16/2011, kata Didi, bisa dimaknai sebagai mereka yang memang berkategori miskin menurut pemahaman ekonomi. Tapi, tambah dia, bisa juga dimaknai mereka yang tak punya akses untuk keadilan, atau mereka yang harus berhadapan dalam perkara hukum dengan perusahaan besar. Didi tak menampik, hambatan akan selalu ada. Tapi, sebagai upaya mendekatkan akses publik pada layanan hukum, UU 16/2011 tetap diharapkan punya dampak siginifikan. "(Tapi), jangan sampai menjadi alat untuk pencitraan. UU ini bukan untuk cari popularitas," tegas dia. YLBHI mencatat pada 2011 ada 3.700-an kasus yang membutuhkan pendampingan dengan biaya minimal bahkan cuma-cuma, melalui lembaga tersebut. Angka tersebut meningkat sekitar 400-an kasus dibandingkan tahun sebelumnya. Sokongan negara untuk para pemberi bantuan hukum, akan sangat bermanfaat bila penyelewengan bisa dicegah. Acara yang dilaksanakan Biro Humas dan KLN sekretariat Jenderal ini mengundang seluruh media cetak maupun elektonik juga portal.
 

Berantas Narkoba, Kalah Bukan Pilihan



Dalam ikhtiar memberantas narkoba—sama halnya dengan upaya memberantas korupsi—takut, mundur, apalagi kalah, sama sekali bukanlah pilihan.Upaya justru harus terus dilakukan tanpa henti,dengan konsistensi perjuangan yang semakin tinggi, serta upaya pemberantasan yang semakin efektif.
Itulahsebabnya Kemenkumham terus bergerak dalam upaya membersihkan narkoba, utamanya dari lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan).Tidak hanya dengan berbagai inspeksi mendadak (sidak),namun juga dengan pembenahan sistem yang menyeluruh. Karena sidak saja hanya langkah penindakan yang dapat cenderung reaktif, dan tidakakanbisaefektif, apalagijika tanpa didukung kebijakan pencegahan berupa pembenahan sistem yang komprehensif.
Maka kami pun tidak hanya melakukan sidak ke lapas dan rutan,tetapi juga mengevaluasi seluruh standar kerja pemasyarakatan, agar sistemnya semakin jauh dari penyimpangan. Inspeksi mendadak tentu saja tetap penting dan harus terus dilakukan. Utamanya sebagai terapi kejut, sekaligus untuk mengetahui kelemahan sistem yang kemudian dibenahi. Itu sebabnya, setelah melakukan inspeksi awal pada Senin pekan lalu, saya memutuskan berkoordinasi dengan BNN Provinsi (BNNP) Kalimantan Selatan (Kalsel) untuk melakukan inspeksi lanjutan pada Sabtu lalu di Lapas Teluk Dalam, Banjarmasin.
Dalam inspeksi pertama, Senin lalu, saya telah membagikan (lagi) nomor telepon seluler alias hape saya kepada warga binaan. Bukan berarti mereka boleh punya hape di lapas, tetapi untuk membuka jalur komunikasi langsung antara saya dan warga binaan. Konsekuensinya, hape saya banyak menerima informasi mengenai kondisi Lapas Teluk Dalam dari berbagai sumber. Setelah mengecek akurasinya, saya putuskan untuk melakukan inspeksi dan penggeledahan dengan target yang jelas dan terukur.
Malam Minggu lalu, setelah berkomunikasi dengan Menkumham, berkoordinasi dengan BNNP Kalsel, saya dengan Kakanwil Kalsel bergerak ke Lapas Teluk Dalam. Sebagaimana diberitakan, ada dinamika lapangan pada saat sidak tersebut. Beberapa napi berteriak dari dalam sel. Kondisinya memang sempat ramai selama 5 – 10 menit. Meski demikian, dari salah satu target,kami tetap berhasil menemukan barang bukti berupa tiga hape, Samsung Galaxy Tab beserta seluruh pesan singkat transaksi narkobanya, paket sabu-sabu, alat isap sabu-sabu, brankas yang masih terkunci dan tidak diketahui isinya,serta kartu remi dan dadu yang kemungkinan digunakan untuk berjudi.
Temuan tersebut dirasa cukup untuk malam Minggu itu. Kami putuskan untuk mengevaluasi pelaksanaan sidak, dan melanjutkan dengan pembenahan sistem.Keputusan itu diambil tentu juga untuk menjaga agar kondisi lapas tetap tertib. Lapas Teluk Dalam adalah salah satu tipikal lapas di kota besar yang huniannya berlebih. Dari kapasitas yang seharusnya dihuni oleh kurang dari 400 orang, hingga Senin kemarin lapas dihuni oleh 2.059 orang.
Itu berarti ada kelebihan penghuni 500% lebih. Dari total jumlah warga binaan tersebut yang merupakan kasus narkoba lebih kurang 80%. Itu menunjukkan persoalan narkoba di Kalsel sudah masuk "zona merah". Provinsi kelahiran saya ini,menurut sumber BNNP, menduduki peringkat kelima di Indonesia dalam kasus narkoba. Banjarbaru, tempat saya tinggal, kasus narkobanya naik 100% dalam kurun waktu kurang dari satu tahun terakhir.
Singkatnya, Kalsel sudah darurat narkoba. Maka, persoalan narkoba tentu tidak bisa diselesaikan dengan cara dan pola pikir biasa-biasa saja. Sebagaimana kasus korupsi yang harus dilawan secara luar biasa, demikian pula halnya perang melawan narkoba. Itu sebabnya saya dengan gencar dan terus-menerus menegaskan kebijakan anti- "HaLiNar" di lapas dan rutan, yaitu: anti-hape, anti-pungli dan anti-narkoba.
Ketiganya saling berkait, jika hape dapat diberantas, pungli dapat dihilangkan, dengan sendirinya narkoba juga tidak akan merajalela di lapas/rutan. Karena pengendalian peredaran narkoba di dalam lapas ataupun di luar dari dalam lapas pasti dengan menggunakan hape, serta menjadi langgeng karena oknum petugas juga mendapatkan bagian melalui pungli. Itu sebabnya, sejak awal September lalu kami menginisiasi penyempurnaan menyeluruh standar kerja pemasyarakatan di seluruh lapas/ rutan di Indonesia.
Seminar dan lokakarya pertama telah diadakan di Medan, untuk wilayah Sumatera. Selanjutnya awal Oktober nanti seminar dan lokakarya yang sama berturut-turut akan diadakan di Banjarmasin untuk wilayah Kalimantan; Makassar untuk wilayah Sulawesi; Manokwari untuk wilayah Maluku dan Papua; Denpasar untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara; Surabaya untuk wilayah Jawa; dipungkasi di Jakarta, untuk seluruh Indonesia.
Dalam seminar dan lokakarya itu, pola pembinaan, ketertiban pemasyarakatan, metode perlindungan pelapor dan sistem reward and punishment di lapas/rutan kami benahi. Termasuk kriteria berkelakuan baik yang diusulkan mencakup larangan memiliki hape, narkoba, senjata tajam, berjudi, pungli dan lain-lain. Diatur bahwa pelanggaran atas larangan demikian akan berdampak dengan tidak diberikannya hak napi,semisal remisi.
Tidak hanya kepada warga binaan,reward and punishment juga harus diterapkan kepada petugas lapas/rutan. Bagaimanapun kapasitas dan integritas sumber daya manusia pemasyarakatanlah yang akan menjadi pilar utama pembenahan di lapas dan rutan. Itu pula sebabnya kami mengawal betul proses rekrutmen CPNS yang sekarang sedang berlangsung. Apalagi dari 2.839 CPNS Kemenkumham yang akan diterima, lebih dari 1.800 formasi akan menjadi petugas pemasyarakatan.
Saya diberi kepercayaan penuh oleh Menkumham untuk memimpin langsung proses dan rapat-rapat kelulusan CPNS Kemenkumham. Untuk menjaga agar prosesnya akuntabel, saya tidak hanya melibatkan internal Kemenkumham, tetapi juga unsur Ombudsman, ICW, dan mahasiswa dari Universitas Indonesia. Lebih jauh seluruh proses rapat kelulusan itu juga kami rekam suaranya dan gambarnya (video).
Tidak hanya agar apa yang terjadi di ruang rapat dan proses pengambilan keputusannya terdokumentasi dengan baik,namun juga agar semuanya akuntabel dan transparan. Untuk pengamanan, ruang rapat CPNS tidak hanya dikunci, tapi juga disegel. Demikian pula berkas (file) kelulusan tidak hanya disegel komputer jinjingnya, namun juga diberi password. Kata kunci tersebut merupakan karakter yang harus dipadukan antara password yang diketik Sekjen Kemenkumham, Sekretaris Itjen Kemenkumham, dan perwakilan dari Ombudsman.
Pengamanan demikian sebagai antisipasi agar tidak ada yang bisa mengubah hasil rapat. Kembali ke persoalan narkoba di lapas/rutan, seluruh ikhtiar penindakan (inspeksi mendadak) serta pencegahan (pembenahan sistem) tersebut tidak akan berhenti kami lakukan. Bagi kami di Kemenkumham, pemberantasan narkoba adalah suatu keharusan, suatu keniscayaan. Apapun dinamika, tantangan, dan risikonya tentu harus dilihat sebagai konsekuensi dari perjuangan,yang memang pasti tidak pernah mudah.
Karena yang kita hadapi adalah pebisnis narkoba dan jaringan mafianya. Namun, seberat apa pun tantangan dan risiko yang dihadapi, kita tidak boleh mundur selangkah pun. Lapas dan rutan kami harus terus kami ikhtiarkan bebas dari narkoba. Sekali lagi, dalam memberantas narkoba—sebagaimana dalam perang melawan korupsi— takut,mundur, apalagi kalah bukanlah pilihan.
Demi Indonesia yang lebih bersih dari narkoba,demi Indonesia yang lebih baik, kita tak akan surut selangkah pun,atau dalam bahasa Banjar ada ungkapan terkenal dari pahlawan nasional Pangeran Antasari, "Haram menyarah waja sampai kaputing". Keep on fighting for the better Indonesia.

DENNY INDRAYANA
Wakil Menteri Hukum dan
HAM, Guru Besar Hukum Tata Negara UGM

Empat SOP Pemasyarakatan Jadi Prioritas Penyempurnaan

Empat standar prosedur operasional terkait lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, menjadi prioritas pembahasan di Kementerian Hukum dan HAM, yakni administrasi dan koordinasi, pemberian hak narapidana, pengawasan, dan peraturan Menteri Hukum dan HAM yang terkait disiplin, wistle blower dan assessment.
 
Di antara hal yang diatur dalam SOP yang dibenahi adalah kriteria 'kelakuan baik' sebagai syarat remisi sampai pengurangan hukuman, dan whistle blower system untuk pelaporan dugaan penyimpangan pelaksanaan tugas. "Dalam masalah layanan, pemasyarakatan menjadi salah satu yang paling disorot masyarakat," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana. Pembenahan, ujar dia, butuh kapasitas dan integritas, yang keduanya harus berjalan seiring. Kapasitas membutuhkan kemampuan intelektual, sementara integritas terkait masalah moral.
Khusus untuk lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, Denny menyiapkan satu 'jargon' khusus. Yaitu Anti-Halinar, kependekan dari anti HP (telepon genggam), pungli (pungutan liar), dan narkoba. "Dobel akronim, karena masing-masing sudah singkatan," aku dia.
Rekrutmen CPNS yang bebas setoran dan pungutan, kata Denny, adalah bagian dari mewujudkan semangat anti-halinar di ditjen pemasyarakatan. Karena, mayoritas CPNS yang akan diterima tahun ini akan mengisi formasi di direktorat tersebut. Penyiapan CPNS yang diterima, tambah dia, juga akan diperkuat.
SOP Prioritas
SOP terkait administrasi dan koordinasi menjadi prioritas pembahasan dalam semiloka di Medan ini, salah satunya berhubungan dengan pelepasan tahanan demi hukum. Peraturan Menteri Hukum dan HAM, maupun KUHAP, sudah jelas mengatur mengenai hal ini. Kenyataannya, banyak tahanan belum dilepaskan, sekalipun tak ada surat perpanjangan penahanan dari instansi yang berwenang. "Laksanakan dengan tegas dan jangan takut," kata Denny. Namun demikian, untuk lebih memperkuat, Kementerian Hukum dan HAM akan menegaskan lagi perihal pengeluaran tahanan demi hokum ini dengan SOP.
Sementara soal hak para narapidana, Denny menyoroti masalah kriteria kelakuan baik. Lagi-lagi, hal tersebut berhubungan dengan jargon anti-halinar. Menurut dia, tidak tepat bila kelakuan baik dan catatan dalam register F hanya terkait terlibat atau tidak di insiden fisik seperti perkelahian. Sementara, kepemilikan HP, fasilitas berlebihan, hingga narkoba, tidak masuk kriteria pelanggaran yang tercatat di Register F. Tercatat melakukan pelanggaran dalam Register F, akan menghilangkan kesempatan narapidana mendapatkan hak peringanan atau pengurangan hukuman.
Menurut Denny, kepemilikan HP, pungli, dan kasus narkoba punya korelasi erat. Kasus narkoba yang terungkap dari balik penjara, pasti menemukan pelanggaran fasilitas HP, peralatan komunikasi lain, yang juga bisa terjadi karena ada pungli. "Bagaimana laptop bisa masuk ke sana, kalau bukan karena ada pungli ?" Tanya dia.
Sementara soal whistle blower, ujar Denny, SOP harus sangat jelas. "Masuk ranah pengawasan, dengan best practices di KPK dan Kementerian Keuangan," sebut dia. Sistem pelaporan penyimpangan tugas, harus berbasis satu kesatuan sistem, tidak menggunakan pendekatan personal. Pelapor yang dapat memberikan bukti valid, harus yakin tak bakal mendapat tekanan, bahkan seharusnya mendapatkan penghargaan.
Denny berkeyakinan, bila semangat anti-halinar di pemasyarakatan terwujud, maka layanan pun akan membaik dengan sendirinya. Semangat anti-halinar pun adalah implementasi semangat anti-korupsi.
Whistle Blower
Staf Ahli Kepala UKP4, Yunus Husein, mengatakan whistle blower bukanlah pelaku kejahatan. Sementara orang yang terlibat kejahatan tapi memberikan laporan, disebut justice collaborator. Sejauh ini, sebut dia, LPSK hanya punya satu ayat di pasal 10 UU-nya yang mengatur soal pelapor ini.
Terkait sistem whistle blower, Yunus mengingatkan faktor kerahasiaan adalah poin kunci. Dia pun menyarankan unit khusus dibangun untuk menerima dan menindaklanjuti laporan, sekaligus melindungi pelapor dalam mekanisme ini.
"Saran saya, unit tidak di bawah Ditjen Pemasyarakatan, untuk menghindari konflik kepentingan," kata Yunus. Kerahasiaan dan perlindungan pelapor harus dipastikan ada, tak boleh ada kebocoran yang dapat mengancam keselamatan pelapor. Namun, tambah dia, tindak lanjut atas laporan juga menentukan akan terus ada atau tidaknya laporan masuk.
Seminar dan semiloka juga menghadirkan narasumber lain. Yaitu Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala; dan Plt Kepala Biro Hukum KPK, Rooseno. Pelaporan berbasis whistle blower yang digarap melalui mekanisme online, adalah salah satu contoh praktik di KPK yang dapat menjadi acuan.
Adrianus menegaskan bahwa di Lapas ada situasi khusus, karenanya SOP penting diterapkan namun terbatas pada aspek substansi. "Sedangkan aspek teknis, tentu tidak bisa dilepaskan dari kondisi yang dihadapi," katanya. Pakar kriminologi ini mengatakan bahwa aspek fleksibilitas, kreativitas, inisiatif dan nilai lokal perlu diadopsi dalam menangani kondisi khusus yang ada di tiap Lapas. "Karenanya, kegiatan membuat SOP teknis menjadi 'never ending story'," tandasnya. Di atas segalanya, lanjut Adrianus, integritas merupakan kata kunci bagi segalanya. Ia berpesan agar petugas pemasyrakatan jangan hanya jadi klerik, tapi bekerjalah sebagai seorang profesional. "Integritas terletak pada kata hati, karenanya jangan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani," tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Plt Kepala Biro Hukum KPK, Rooseno, berpesan agar Kementerian Hukum dan HAM jangan memberikan jabatan kepada orang yang berpotensi menjadi koruptor. "Sesuai kata pepatah, ikan busuk dari kepalanya, maka jika pimpinan suatu satuan kerja itu korup maka rusaklah keseluruhan ke bawah," ungkapnya. Rooseno meyakini bahwa berbagai upaya pembenahan SOP seperti yang dilakukan hari ini dapat memperbaiki kinerja Kementerian Hukum dan HAM. (Biro Humas dan KLN)

Syarat ‘Kelakuan Baik’ Untuk Remisi Narapidana Dirumuskan Ulang

Kementerian Hukum dan HAM merumuskan indikator yang lebih terukur untuk kriteria 'berkelakuan baik', yang menjadi salah satu dasar pemberian remisi hingga pembebasan bersyarat narapidana. Perumusan indikator ini dilakukan dalam 'Semiloka Sosialisasi Standar Pelaksanaan Tugas di Lapas dan Rutan'.

 

"Untuk memberikan ukuran yang lebih terukur dan berkeadilan, dalam memberikan hak narapidana," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana. Selama ini, 'berkelakuan baik' hanya diukur dari fakta semacam pernah atau tidaknya narapidana dimasukkan ke sel isolasi. Bila tidak pernah, maka satu poin 'berkelakuan baik' sudah dikantongi.
Sementara, masuk sel isolasi atau tidak, kerap kali ditentukan dari kejadian yang melibatkan aktivitas fisik. Seperti perkelahian. "Mana ada narapidana korupsi berkelahi ? " ujar Denny memberikan contoh celah 'tak fair' dalam pengukuran kriteria 'berkelakuan baik'.
Syarat narapidana mendapatkan hak karena 'tidak tercatat dalam Register F', juga akan dipertajam. Catatan di Register F akan menghapus hak narapidana mendapatkan remisi ataupun keringanan hukuman lain, selama rentang waktu tertentu. Penajaman soal catatan kelakuan selama menjalani hukuman tersebut, antara lain dilakukan dengan memilah kriteria dan jenis pelanggaran yang masuk kategori pelanggaran untuk 'Register F'.
Whistle Blower
Selain isu soal indikator peringanan hukuman narapidana, semiloka Kementerian Hukum dan HAM juga membahas beragam standar prosedur operasional di instansi tersebut. Salah satunya adalah pembahasan mekanisme 'whistle blower' di lingkungan kementerian.
Rujukan kajian mekanisme 'whistle blower' antara lain adalah praktik di Kementerian Keuangan. Langkah di kementerian tersebut, yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan, dinilai cukup efektif menembus lingkaran mafia pajak.
Prinsip dari mekanisme whistle blower adalah pelaporan dari sesama pegawai atau dari pihak yang berurusan dengan pegawai, mengenai penyimpangan tugas. Terutama terkait kasus korupsi.
Penyempurnaan SOP
Semiloka ini merupakan amanat Instruksi Presiden nomor 17/2011, tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012. Kementerian Hukum dan HAM, mendapat amanat untuk menyusun dan menyempurnakan beberapa Standard Operating Procedure (SOP). Seperti, SOP Pemberian Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, SOP Pengawasan Internal dan Eksternal, SOP Perlindungan Whistle Blower, dan SOP Pelayanan Informasi Pemasyarakatan.
Pembahasan dan perumusan SOP dalam semiloka ini juga merujuk laporan masyarakat dan temuan kementerian, atas praktik yang berjalan di lembaga pemasyarakatan maupun rumah tahanan. "Harapannya, ada diseminasi dan pemahaman yang sama, soal SOP di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan," kata Denny.
Selain soal indikator berkelakuan baik, sebut Denny, standardisasi soal fasilitas hunian di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, juga akan dipertegas. Selain untuk menghapus perbedaan di antara terpidana korupsi dengan terpidana kasus pencurian, misalnya, pengaturan soal fasilitas terkait pula dengan pembiayaan instansi pemasyarakatan tersebut.
Denny menambahkan, semiloka juga akan menegaskan ulang SOP terkait tahanan yang sudah overstayed. Yaitu mereka yang sudah habis masa tahanan di setiap level perkara, tetapi tidak juga ada surat permohonan perpanjangan penahanan dari instansi yang berwenang. "Harus dibebaskan demi hukum, kalau memang tak ada surat perpanjangan masa tahanan," tegas Denny.
Agenda
Semiloka selama tiga hari dibuka Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana. Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Sihabudin, akan menjadi pembicara kunci sebelum kegiatan dibuka.
Akan hadir pula beberapa narasumber lain dalam kegiatan semiloka, seperti Staf Ahli Kepala UKP4, Yunus Husein. Bersama mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ini, dijadwalkan hadir pula kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala. Pembicara lain yang juga dijadwalkan hadir, adalah Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Warih Sadono.

Sambutan Kepala Rutan

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah Nya, s...