Dalam ikhtiar memberantas narkoba—sama
halnya dengan upaya memberantas korupsi—takut, mundur, apalagi kalah,
sama sekali bukanlah pilihan.Upaya justru harus terus dilakukan tanpa
henti,dengan konsistensi perjuangan yang semakin tinggi, serta upaya
pemberantasan yang semakin efektif.
Itulahsebabnya Kemenkumham terus
bergerak dalam upaya membersihkan narkoba, utamanya dari lembaga
pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan).Tidak hanya dengan
berbagai inspeksi mendadak (sidak),namun juga dengan pembenahan sistem
yang menyeluruh. Karena sidak saja hanya langkah penindakan yang dapat
cenderung reaktif, dan tidakakanbisaefektif, apalagijika tanpa didukung
kebijakan pencegahan berupa pembenahan sistem yang komprehensif.
Maka kami pun tidak hanya melakukan
sidak ke lapas dan rutan,tetapi juga mengevaluasi seluruh standar kerja
pemasyarakatan, agar sistemnya semakin jauh dari penyimpangan. Inspeksi
mendadak tentu saja tetap penting dan harus terus dilakukan. Utamanya
sebagai terapi kejut, sekaligus untuk mengetahui kelemahan sistem yang
kemudian dibenahi. Itu sebabnya, setelah melakukan inspeksi awal pada
Senin pekan lalu, saya memutuskan berkoordinasi dengan BNN Provinsi
(BNNP) Kalimantan Selatan (Kalsel) untuk melakukan inspeksi lanjutan
pada Sabtu lalu di Lapas Teluk Dalam, Banjarmasin.
Dalam inspeksi pertama, Senin lalu, saya
telah membagikan (lagi) nomor telepon seluler alias hape saya kepada
warga binaan. Bukan berarti mereka boleh punya hape di lapas, tetapi
untuk membuka jalur komunikasi langsung antara saya dan warga binaan.
Konsekuensinya, hape saya banyak menerima informasi mengenai kondisi
Lapas Teluk Dalam dari berbagai sumber. Setelah mengecek akurasinya,
saya putuskan untuk melakukan inspeksi dan penggeledahan dengan target
yang jelas dan terukur.
Malam Minggu lalu, setelah berkomunikasi
dengan Menkumham, berkoordinasi dengan BNNP Kalsel, saya dengan
Kakanwil Kalsel bergerak ke Lapas Teluk Dalam. Sebagaimana diberitakan,
ada dinamika lapangan pada saat sidak tersebut. Beberapa napi berteriak
dari dalam sel. Kondisinya memang sempat ramai selama 5 – 10 menit.
Meski demikian, dari salah satu target,kami tetap berhasil menemukan
barang bukti berupa tiga hape, Samsung Galaxy Tab beserta seluruh pesan
singkat transaksi narkobanya, paket sabu-sabu, alat isap sabu-sabu,
brankas yang masih terkunci dan tidak diketahui isinya,serta kartu remi
dan dadu yang kemungkinan digunakan untuk berjudi.
Temuan tersebut dirasa cukup untuk malam
Minggu itu. Kami putuskan untuk mengevaluasi pelaksanaan sidak, dan
melanjutkan dengan pembenahan sistem.Keputusan itu diambil tentu juga
untuk menjaga agar kondisi lapas tetap tertib. Lapas Teluk Dalam adalah
salah satu tipikal lapas di kota besar yang huniannya berlebih. Dari
kapasitas yang seharusnya dihuni oleh kurang dari 400 orang, hingga
Senin kemarin lapas dihuni oleh 2.059 orang.
Itu berarti ada kelebihan penghuni 500%
lebih. Dari total jumlah warga binaan tersebut yang merupakan kasus
narkoba lebih kurang 80%. Itu menunjukkan persoalan narkoba di Kalsel
sudah masuk "zona merah". Provinsi kelahiran saya ini,menurut sumber
BNNP, menduduki peringkat kelima di Indonesia dalam kasus narkoba.
Banjarbaru, tempat saya tinggal, kasus narkobanya naik 100% dalam kurun
waktu kurang dari satu tahun terakhir.
Singkatnya, Kalsel sudah darurat
narkoba. Maka, persoalan narkoba tentu tidak bisa diselesaikan dengan
cara dan pola pikir biasa-biasa saja. Sebagaimana kasus korupsi yang
harus dilawan secara luar biasa, demikian pula halnya perang melawan
narkoba. Itu sebabnya saya dengan gencar dan terus-menerus menegaskan
kebijakan anti- "HaLiNar" di lapas dan rutan, yaitu: anti-hape,
anti-pungli dan anti-narkoba.
Ketiganya saling berkait, jika hape
dapat diberantas, pungli dapat dihilangkan, dengan sendirinya narkoba
juga tidak akan merajalela di lapas/rutan. Karena pengendalian peredaran
narkoba di dalam lapas ataupun di luar dari dalam lapas pasti dengan
menggunakan hape, serta menjadi langgeng karena oknum petugas juga
mendapatkan bagian melalui pungli. Itu sebabnya, sejak awal September
lalu kami menginisiasi penyempurnaan menyeluruh standar kerja
pemasyarakatan di seluruh lapas/ rutan di Indonesia.
Seminar dan lokakarya pertama telah
diadakan di Medan, untuk wilayah Sumatera. Selanjutnya awal Oktober
nanti seminar dan lokakarya yang sama berturut-turut akan diadakan di
Banjarmasin untuk wilayah Kalimantan; Makassar untuk wilayah Sulawesi;
Manokwari untuk wilayah Maluku dan Papua; Denpasar untuk wilayah Bali
dan Nusa Tenggara; Surabaya untuk wilayah Jawa; dipungkasi di Jakarta,
untuk seluruh Indonesia.
Dalam seminar dan lokakarya itu, pola
pembinaan, ketertiban pemasyarakatan, metode perlindungan pelapor dan
sistem reward and punishment di lapas/rutan kami benahi. Termasuk
kriteria berkelakuan baik yang diusulkan mencakup larangan memiliki
hape, narkoba, senjata tajam, berjudi, pungli dan lain-lain. Diatur
bahwa pelanggaran atas larangan demikian akan berdampak dengan tidak
diberikannya hak napi,semisal remisi.
Tidak hanya kepada warga binaan,reward
and punishment juga harus diterapkan kepada petugas lapas/rutan.
Bagaimanapun kapasitas dan integritas sumber daya manusia
pemasyarakatanlah yang akan menjadi pilar utama pembenahan di lapas dan
rutan. Itu pula sebabnya kami mengawal betul proses rekrutmen CPNS yang
sekarang sedang berlangsung. Apalagi dari 2.839 CPNS Kemenkumham yang
akan diterima, lebih dari 1.800 formasi akan menjadi petugas
pemasyarakatan.
Saya diberi kepercayaan penuh oleh
Menkumham untuk memimpin langsung proses dan rapat-rapat kelulusan CPNS
Kemenkumham. Untuk menjaga agar prosesnya akuntabel, saya tidak hanya
melibatkan internal Kemenkumham, tetapi juga unsur Ombudsman, ICW, dan
mahasiswa dari Universitas Indonesia. Lebih jauh seluruh proses rapat
kelulusan itu juga kami rekam suaranya dan gambarnya (video).
Tidak hanya agar apa yang terjadi di
ruang rapat dan proses pengambilan keputusannya terdokumentasi dengan
baik,namun juga agar semuanya akuntabel dan transparan. Untuk
pengamanan, ruang rapat CPNS tidak hanya dikunci, tapi juga disegel.
Demikian pula berkas (file) kelulusan tidak hanya disegel komputer
jinjingnya, namun juga diberi password. Kata kunci tersebut merupakan
karakter yang harus dipadukan antara password yang diketik Sekjen
Kemenkumham, Sekretaris Itjen Kemenkumham, dan perwakilan dari
Ombudsman.
Pengamanan demikian sebagai antisipasi
agar tidak ada yang bisa mengubah hasil rapat. Kembali ke persoalan
narkoba di lapas/rutan, seluruh ikhtiar penindakan (inspeksi mendadak)
serta pencegahan (pembenahan sistem) tersebut tidak akan berhenti kami
lakukan. Bagi kami di Kemenkumham, pemberantasan narkoba adalah suatu
keharusan, suatu keniscayaan. Apapun dinamika, tantangan, dan risikonya
tentu harus dilihat sebagai konsekuensi dari perjuangan,yang memang
pasti tidak pernah mudah.
Karena yang kita hadapi adalah pebisnis
narkoba dan jaringan mafianya. Namun, seberat apa pun tantangan dan
risiko yang dihadapi, kita tidak boleh mundur selangkah pun. Lapas dan
rutan kami harus terus kami ikhtiarkan bebas dari narkoba. Sekali lagi,
dalam memberantas narkoba—sebagaimana dalam perang melawan korupsi—
takut,mundur, apalagi kalah bukanlah pilihan.
Demi Indonesia yang lebih bersih dari
narkoba,demi Indonesia yang lebih baik, kita tak akan surut selangkah
pun,atau dalam bahasa Banjar ada ungkapan terkenal dari pahlawan
nasional Pangeran Antasari, "Haram menyarah waja sampai kaputing". Keep on fighting for the better Indonesia.
DENNY INDRAYANA
Wakil Menteri Hukum dan
HAM, Guru Besar Hukum Tata Negara UGM