Selasa, 02 Oktober 2012

Empat SOP Pemasyarakatan Jadi Prioritas Penyempurnaan

Empat standar prosedur operasional terkait lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, menjadi prioritas pembahasan di Kementerian Hukum dan HAM, yakni administrasi dan koordinasi, pemberian hak narapidana, pengawasan, dan peraturan Menteri Hukum dan HAM yang terkait disiplin, wistle blower dan assessment.
 
Di antara hal yang diatur dalam SOP yang dibenahi adalah kriteria 'kelakuan baik' sebagai syarat remisi sampai pengurangan hukuman, dan whistle blower system untuk pelaporan dugaan penyimpangan pelaksanaan tugas. "Dalam masalah layanan, pemasyarakatan menjadi salah satu yang paling disorot masyarakat," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana. Pembenahan, ujar dia, butuh kapasitas dan integritas, yang keduanya harus berjalan seiring. Kapasitas membutuhkan kemampuan intelektual, sementara integritas terkait masalah moral.
Khusus untuk lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, Denny menyiapkan satu 'jargon' khusus. Yaitu Anti-Halinar, kependekan dari anti HP (telepon genggam), pungli (pungutan liar), dan narkoba. "Dobel akronim, karena masing-masing sudah singkatan," aku dia.
Rekrutmen CPNS yang bebas setoran dan pungutan, kata Denny, adalah bagian dari mewujudkan semangat anti-halinar di ditjen pemasyarakatan. Karena, mayoritas CPNS yang akan diterima tahun ini akan mengisi formasi di direktorat tersebut. Penyiapan CPNS yang diterima, tambah dia, juga akan diperkuat.
SOP Prioritas
SOP terkait administrasi dan koordinasi menjadi prioritas pembahasan dalam semiloka di Medan ini, salah satunya berhubungan dengan pelepasan tahanan demi hukum. Peraturan Menteri Hukum dan HAM, maupun KUHAP, sudah jelas mengatur mengenai hal ini. Kenyataannya, banyak tahanan belum dilepaskan, sekalipun tak ada surat perpanjangan penahanan dari instansi yang berwenang. "Laksanakan dengan tegas dan jangan takut," kata Denny. Namun demikian, untuk lebih memperkuat, Kementerian Hukum dan HAM akan menegaskan lagi perihal pengeluaran tahanan demi hokum ini dengan SOP.
Sementara soal hak para narapidana, Denny menyoroti masalah kriteria kelakuan baik. Lagi-lagi, hal tersebut berhubungan dengan jargon anti-halinar. Menurut dia, tidak tepat bila kelakuan baik dan catatan dalam register F hanya terkait terlibat atau tidak di insiden fisik seperti perkelahian. Sementara, kepemilikan HP, fasilitas berlebihan, hingga narkoba, tidak masuk kriteria pelanggaran yang tercatat di Register F. Tercatat melakukan pelanggaran dalam Register F, akan menghilangkan kesempatan narapidana mendapatkan hak peringanan atau pengurangan hukuman.
Menurut Denny, kepemilikan HP, pungli, dan kasus narkoba punya korelasi erat. Kasus narkoba yang terungkap dari balik penjara, pasti menemukan pelanggaran fasilitas HP, peralatan komunikasi lain, yang juga bisa terjadi karena ada pungli. "Bagaimana laptop bisa masuk ke sana, kalau bukan karena ada pungli ?" Tanya dia.
Sementara soal whistle blower, ujar Denny, SOP harus sangat jelas. "Masuk ranah pengawasan, dengan best practices di KPK dan Kementerian Keuangan," sebut dia. Sistem pelaporan penyimpangan tugas, harus berbasis satu kesatuan sistem, tidak menggunakan pendekatan personal. Pelapor yang dapat memberikan bukti valid, harus yakin tak bakal mendapat tekanan, bahkan seharusnya mendapatkan penghargaan.
Denny berkeyakinan, bila semangat anti-halinar di pemasyarakatan terwujud, maka layanan pun akan membaik dengan sendirinya. Semangat anti-halinar pun adalah implementasi semangat anti-korupsi.
Whistle Blower
Staf Ahli Kepala UKP4, Yunus Husein, mengatakan whistle blower bukanlah pelaku kejahatan. Sementara orang yang terlibat kejahatan tapi memberikan laporan, disebut justice collaborator. Sejauh ini, sebut dia, LPSK hanya punya satu ayat di pasal 10 UU-nya yang mengatur soal pelapor ini.
Terkait sistem whistle blower, Yunus mengingatkan faktor kerahasiaan adalah poin kunci. Dia pun menyarankan unit khusus dibangun untuk menerima dan menindaklanjuti laporan, sekaligus melindungi pelapor dalam mekanisme ini.
"Saran saya, unit tidak di bawah Ditjen Pemasyarakatan, untuk menghindari konflik kepentingan," kata Yunus. Kerahasiaan dan perlindungan pelapor harus dipastikan ada, tak boleh ada kebocoran yang dapat mengancam keselamatan pelapor. Namun, tambah dia, tindak lanjut atas laporan juga menentukan akan terus ada atau tidaknya laporan masuk.
Seminar dan semiloka juga menghadirkan narasumber lain. Yaitu Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala; dan Plt Kepala Biro Hukum KPK, Rooseno. Pelaporan berbasis whistle blower yang digarap melalui mekanisme online, adalah salah satu contoh praktik di KPK yang dapat menjadi acuan.
Adrianus menegaskan bahwa di Lapas ada situasi khusus, karenanya SOP penting diterapkan namun terbatas pada aspek substansi. "Sedangkan aspek teknis, tentu tidak bisa dilepaskan dari kondisi yang dihadapi," katanya. Pakar kriminologi ini mengatakan bahwa aspek fleksibilitas, kreativitas, inisiatif dan nilai lokal perlu diadopsi dalam menangani kondisi khusus yang ada di tiap Lapas. "Karenanya, kegiatan membuat SOP teknis menjadi 'never ending story'," tandasnya. Di atas segalanya, lanjut Adrianus, integritas merupakan kata kunci bagi segalanya. Ia berpesan agar petugas pemasyrakatan jangan hanya jadi klerik, tapi bekerjalah sebagai seorang profesional. "Integritas terletak pada kata hati, karenanya jangan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani," tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Plt Kepala Biro Hukum KPK, Rooseno, berpesan agar Kementerian Hukum dan HAM jangan memberikan jabatan kepada orang yang berpotensi menjadi koruptor. "Sesuai kata pepatah, ikan busuk dari kepalanya, maka jika pimpinan suatu satuan kerja itu korup maka rusaklah keseluruhan ke bawah," ungkapnya. Rooseno meyakini bahwa berbagai upaya pembenahan SOP seperti yang dilakukan hari ini dapat memperbaiki kinerja Kementerian Hukum dan HAM. (Biro Humas dan KLN)

Sambutan Kepala Rutan

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah Nya, s...