Ketika saya membaca Prosedur Tetap
(Protap) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang disusun pada tahun 2003
yang di dalamnya memuat tentang prosedur kerja pada Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan Negara (Rutan), maupun Balai
Pemasyarakatan (Bapas), saya mendapatkan gambaran yang jelas tentang standar operational procedures
(SOP) yang harus dilakukan oleh petugas. Misalnya saja, prosedur apa
yang harus dilakukan oleh petugas penjagaan dalam menerima seorang
narapidana baru diuraikan secara jelas. Petugas diberikan panduan
tentang aktifitas yang harus dia lakukan sejak seorang narapidana baru
diantar masuk melalui pintu penjagaan (porter), diperiksa
berkas-berkasnya, digeledah badan dan barang bawaannya, pencatatan
identitas narapidana dalam buku penjagaan, hingga mengantarkan
narapidana tersebut ke bagian registrasi. Dalam konteks demikian,
sebenarnya Protap ini tidak hanya menjelaskan prosedur-prosedur
sederhana yang harus dilakukan oleh petugas, tetapi juga menggambarkan
prosedur yang lebih komplek yang membutuhkan koordinasi antar
bidang/bagian.
Tidak berbeda dengan Protap tahun 2003,
Direktorat Jenderal Pemasyaraktan (Ditjenpas) telah menyusun tidak
kurang dari 917 SOP Pemasyarakatan dalam rentang waktu 2010 hingga 2011.
Dokumen SOP ini juga memuat prosedur kerja yang harus dijalankan oleh
petugas pemasyarakatan dalam menjalankan tugasnya. SOP ini, yang
sebagian besar merupakan hasil kerja dari kelompok kerja (Pokja) Tata
Laksana dalam program Reformasi Birokrasi, memberikan gambaran tentang
apa, siapa, dan bagaimana suatu prosedur harus dilaksanakan. Dan
sebagian besar (kalau tidak bisa dikatakan seluruhnya) dari SOP ini
menggunakan diagram alir (flowchart) sebagai formatnya karena menggunakan symbol-simbol flowcharts. Hingga saat sekarang, SOP ini sepertinya belum disosialisasikan, oleh karenanya belum juga diimplementasikan.
Dalam pandangan saya, Protap yang
disusun tahun 2003 telah “berhasil” menjadi panduan yang mudah dipahami
oleh petugas dalam menjalankan prosedur kerja yang harus dilakukannya.
Hampir tidak ada notasi yang sulit dipahami. Protap ini menggunakan
gambar bentuk tubuh sebagai symbol bagi petugas dan notasi kotak yang
didalamnya diberikan penjelasan tentang nomenklatur jabatan sebagai
penanda bidang kerja dari petugas. Selain dari itu, hampir tidak ada
notasi lain. Protap ini lebih mengedepankan penggunaan narasi yang
simple dalam menjabarkan prosedur prosedur yang harus dijalankan. Namun
sepertinya, kesederhanaan format Protap inilah yang justru menjadikannya
mudah dipahami. Meski diakui oleh salah seorang penyusunnya, bahwa
Protap tersebut sebenarnya dibuat tidak menggunakan “ilmu”, mereka hanya
“mentransfer” apa yang dipraktekkan di lapangan ke dalam bentuk
tulisan.
Pertanyaannya adalah, sebenarnya “ilmu” apa yang harus dimiiliki untuk membuat SOP?
Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara (Kemenpan) telah mengeluarkan peraturan tentang bagaimana tata
cara pembuatan SOP, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan
Standar Operational Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan,. Permenpan
ini secara gamblang menjabarkan tentang apa itu SOP, prinsip penyusunan
SOP, siklus penyusunannya, jenis dan format SOP.
Hal yang ingin saya garisbawahi dalam
tulisan ini adalah terkait dengan format SOP. Di dalam Permenpan
tersebut disebutkan bahwa terdapat 4 (empat) format SOP, yaitu langkah
sederhana (simple steps), tahapan berurutan (hierarchical steps), grafik (graphic), dan diagram alir (flowcharts).
Format sederhana digunakan jika prosedur yang akan disusun hanya memuat
sedikit kegiatan dan memerlukan sedikit keputusan. Format tahapan
berurutan merupakan pengembangan dari langkah sederhana dan jika
prosedur yang disusun panjang, lebih dari 10 langkah dan membutuhkan
informasi lebih detil, akan tetapi hanya memerlukan sedikit pengambilan
keputusan. Format Grafik dipergunakan jika prosedur yang disusun
menghendaki kegiatan yang panjang dan spesifik. Sedangkan format diagram
alir merupakan format yang biasa digunakan jika dalam SOP tersebut
diperlukan pengambilan keputusan yang banyak (komplek) dan membutuhkan
jawaban “ya” atau “tidak” yang mempengaruhi sublangkah berikutnya.
Dan untuk menentukan format yang tepat
dalam pembuatan SOP adalah dengan memperhatikan 2 (dua) factor, yaitu:
pertama, berapa banyak keputusan yang akan dibuat dalam suatu prosedur;
kedua, berapa banyak langkah dan sublangkah yang diperlukan dalam suatu
prosedur. Dengan demikian, sudah sangat jelas bahwa format SOP akan
sangat berbeda antara satu dengan yang lainnya tergantung kepada dua
faktor tersebut. Dan format terbaik dari SOP adalah yang dapat
memberikan wadah serta dapat mentransmisikan informasi yang dibutuhkan
secara tepat dan memfasilitasi implementasi SOP secara konsisten.
Kekeliruan yang sering terjadi dalam
pembuatan SOP, salah satunya, adalah bahwa SOP dibuat dengan menggunakan
format yang tidak sesuai dengan peruntukkannya. Seringkali, SOP yang
semestinya dapat dibuat dalam format sederhana/simple, tetapi dibuat
dalam format grafik ataupun format yang komplek dengan menggunakan
diagram alir (flowcharts). Seringnya penggunaan format diagram alir (flowcharts)
dalam pembuatan SOP ini bisa jadi karena kita keliru memahami Permenpan
tentang pedoman pembentukan SOP tersebut. Karena, didalam Permenpan ini
dicantumkan symbol-simbol flowcharts, maka seolah-olah semua SOP yang dibuat harus menggunakan symbol flowcharts tersebut. padahal, symbol flowcharts
tersebut merupakan symbol-simbol yang digunakan apabila SOP yang dibuat
menggunakan format diagram alir yang mana di dalam SOP tersebut
membutuhkan pengambilan keputusan yang banyak.
Jadi jika SOP yang dibuat merupakan
prosedur-prosedur yang sederhana dan tidak membutuhkan banyak
pengambilan keputusan, mengapa “dipaksakan” menggunakan format diagram
alir (flowcharts)? Bukankah akan lebih tepat apabila
prosedur-prosedur tersebut dibuat dalam format SOP yang simple sehingga
akan lebih mudah dibaca dan dipahami, bahkan oleh pegawai baru
sekalipun. Dengan demikian, SOP yang telah dibuat mudah-mudahan tidak
hanya akan menjadi dokumen yang indah semata, tetapi benar-benar dapat
dipahami dan diimplementasikan.
Terus berkarya untuk Pemasyarakatan yang lebih baik.