Jumat, 05 Oktober 2012

Penanggulangan HIV-AIDS Lapas/Rutan diakui Dunia Internasional


INFO_PAS. Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS  Nasional (KPAN), Kemal Siregar mengemukakan bahwa program penanggulangan HIV-AIDS di Lapas/Rutan terbaik di Indonesia dan diakui dunia Internasional.
“Bisa dipakai model, bukan hanya di Indonesia tapi ASEAN, bahkan sudah masuk dalam laporan United Nation General Assembly Special Session ke United Nation AIDS Geneva,” ujar Kemal saat acara pembukaan Sosialisasi program Getting to Zero di Lapas/Rutan, Senin (1/10).
Dihadapan 25 Kepala Divisi Pemasyarakatan dan 118 Kepala UPT Pemasyarakatan beserta Tim AIDS, team Leader HIV Cooperation Program  for Indonesia (HCPI), Nurlan Silitonga menyampaikan selama kurang lebih 4 tahun Program penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/Rutan membuahkan hasil yang membanggakan. Sudah 149 Lapas/Rutan memberi layanan HIV/AIDS, Layanan Volunter counceling test (VCT) lebih dari 50, serta layanan komprehensif lebih dari 59 Lapas/Rutan.
“Keberhasilan ini, dikarenakan Pemasyarakatan bersedia membuka diri, menerima ide-ide baru dan  terbuka kerjasama dengan pihak luar,” kata Nurlan.
Pada kesempatan yang sama Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Sihabudin menyampaikan bahwa walaupun patut kita berbangga, tidak berarti  tugas sudah selesai.
“Yang terpenting komitmen pencapaian Getting to Zero Lapas/Rutan,” tegas Sihabudin.
Sementara itu dalam laporannya, Direktur Bina Kesehatan dan Perawatan Ditjen Pemasyarakatan, Bambang Krisbanu menyampaikan tujuan program Getting to Zero Lapas/Rutan adalah menurunkan infeksi baru HIV, mengurangi  Stigma  dan diskriminasi wargabinaan yang positif  HIV dan TB serta menurunkan angka kematian akibat AIDS.
Bambang juga menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada KPA Nasional,  Global Fund (GF SSF),  HCPI dan FHI sehingga acara sosialisasi ini dapat terselenggara. (AH/JP)

Standar Pelaksanaan Tugas Dorong Profesionalisme Petugas PAS

INFO_PAS – Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI, Susy Susilawati menyampaikan pentingnya Standar Operasional Procedure (SOP) dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang dijalankan petugas Pemasyarakatan.
“Sistem yang baik akan menghasilkan kinerja yang baik”. Begitulah yang dikatakan Susy dalam pada acara Semiloka Sosialisasi Standar Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan yang berlangsung 2 s/d 4 Oktober di Banjamasin.
Ketika dihubungi oleh INFO_PAS, Susy menjelaskan bahwa saat ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) telah memiliki protap yang disusun sejak 2003 yang di dalamnya memuat tentang prosedur kerja pada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan Negara (Rutan), maupun Balai Pemasyarakatan (Bapas). Selain itu selama kurun waktu 2010 hingga 2011, Ditjen PAS juga telah berhasil menyusun lebih dari 900 SOP. Seluruhnya dibuat sesederhana mungkin, baik dari segi pemakaian simbol, alur, serta narasi agar mudah dipahami dan dilaksanakan. Hal ini juga untuk memberikan gambaran tentang apa, siapa, dan bagaimana suatu prosedur tugas harus dilaksanakan para petugas Pemasyarakatan.
“Kita akui implementasinya belum sesuai yang diharapkan karena terkendala berbagai masalah. Dari masalah SDM, sarana prasarana, struktur bangunan, dan juga partisipasi masyarakat serta budaya masyarakat setempat, “ ujar Sesditjen PAS.
Dalam acara yang dihadiri oleh seluruh Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Unit Pelaksanan Teknis Pemasyarakatan wilayah Kalimantan, Susy mengharapkan SOP yang telah disusun dapat dipahami dan diimplementasikan.
“Kita akan terus mengembangkan dan menyempurnakan SOP yang ada. Dan semoga standar pelaksanaan tugas yang telah dibuat tidak hanya menjadi dokumen semata, tetapi benar-benar dapat dipahami dan diimplementasikan”, kata Susy Susilawati.
Semiloka Sosialisasi Standar Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan ini juga dihadiri Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana. Dalam kesempatan tersebut, Wamenkumham mengingkatkan pentingnya pemberantasan Halinar (HP, pungli, narkoba) di lapas/rutan demi mewujudkan pemasyarakatan yang profesional dan lebih baik.
“Untuk mewujudkan Pemasyarakatan yang bebas Halinar, kita harus memiliki inisiatif dan niat untuk melakukan pembenahan”, ucap Denny.
Walaupun masih ditemui kendala dilapangan, namun Denny percaya para Kalapas dan Karutan di seluruh Kalimantan merupakan orang-orang terpilih yang bisa melakukan pembenahan serta mewujudkan Pemasyarakatan yang bebas Halinar.
"Saya yakin Bapak dan Ibu adalah pionir, orang-orang terpilih. Jadi Pemasyarakatan di Kalimantan bisa kita jaga jadi lebih baik," jelasnya.

Pembebasan Bersyarat Bisa Dicabut dan Dibatalkan


"Pembebasan Bersyarat bisa dicabut dan dibatalkan," demikian dikatakan Direktur Bimbingan Kemasyarakatan (Bimkemas) dan Pengentasan Anak, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS),  Mardjoeki di Grand Boutique Hotel Jakarta.

Untuk itulah, Marjoeki mengaku perlunya Standar Operasional Prosedur (SOP) Pencabutan dan Pembatalan SK Pembebasan Bersyarat (PB), agar petugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas memiliki pedoman standar, efektif dan efisien dalam menunjang tugasnya. 
Sebanyak 30 orang peserta yang terdiri dari pegawai Ditjenpas, Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta  dan perwakilan Bapas se-DKI,  terlibat dalam kegiatan pembahasan SOP Balai Pemasyarakatan (Bapas) yang diselenggarakan dari tanggal 3 - 5 Oktober 2012.
 “Selama ini  pemberian hak Pembebasan Bersyarat (PB) kepada klien Pemasyarakatan masih dianggap sebagai pemberian yang permanen bagi narapidana, itu terlihat dari jumlah pelanggaran yang dilakukan narapidana dalam pelaksanaannya. Padahal pelanggaran-pelanggaran itu dapat membuat narapidana kehilangan SK PB-nya,” kata Mardjoeki.
Dari kegiatan ini, Mardjoeki berharap petugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas yang mempunyai tugas dan fungsi pembimbingan dan pengawasan,  akan lebih konsisten terhadap pelaksanaan PB.
“Dengan menggunakan SOP, tujuan peningkatan serta penguatan peran dan fungsi Bapas dapat terwujud, berdasar ketatalaksanaan yang baik,” harap Mardjoeki.
Lebih lanjut, Mardjoeki berpesan bahwa kemampuan untuk merumuskan pemikiran-pemikiran konsepsional sistematis harus seiring dengan keberadaan perundang-undangan, mengingat di era reformasi ini segala langkah maupun kebijakan yang akan dilakukan harus memiliki dasar hukum.
“Selalu bersikap profesional dengan menjaga komitmen dan integritas moral dalam melaksanakan tugas, serta tetap memperhatikan rambu-rambu hukum yang berlaku,” demikian pesannya.
Sementara itu Kasubdit Bimbingan dan Pengawasan Klien Dewasa, Rachmayanti mengungkapkan bahwa selama rentang waktu Januari sampai dengan September tahun 2012, tercatat klien Bapas se-Indonesia berjumlah 41.926, yang telah dicabut SK PB-nya sebanyak 222 klien dan yang dibatalkan pembimbingannya ada 12 klien.
Sedangkan, tahun 2011 dari 36.366 klien yang menjalani Pembebasan Bersyarat tercatat 298 klien dicabut pembimbingannya dan 27 klien dibatalkan Sk Pembebasan Bersyaratnya.

Selasa, 02 Oktober 2012

Implementasi UU Bantuan Hukum Harus Tepat Sasaran

Dalam melaksanaksn Implementasi UU 16/2011 tentang Bantuan Hukum, harus mewaspadai segala kemungkinan penyelewengan alokasi anggaran untuk biaya bantuan hukum yang diberikan. Baik dari aksi pilih-pilih pemberian layanan hukum, maupun pemanfaatan alokasi dana tersebut untuk kepentingan lain. "Jangan sampai, misalnya, pemberi bantuan hukum hanya mau ke daerah yang mendapatkan penggantian dana besar," kata Ketua Badan Pengurus YLBHI, Alvon Kurnia Palma, dalam diskusi bulanan Kementerian Hukum dan HAM. Antisipasi harus disiapkan, jangan sampai dinikmati pemberi bantuan hukum yang hanya berpretensi memanfaatkan dana.
Alvon juga mengingatkan, banyak lembaga bantuan hukum yang memiliki afiliasi dengan organisasi tertentu. Tak terkecuali dengan partai politik. "Jangan sampai juga, dana bantuan hukum justru menjadi 'bensin' politik," imbuh dia. Direktur Indonesian Legal Roundtable, Alexander Lay, mengakui detil penentuan mekanisme pengucuran dana untuk bantuan hukum belum rampung dibahas bersama Kementerian Keuangan. "Apakah at cost atau akan lumpsum, harus dipastikan akses keadilan terpenuhi merata," ujar dia. Harus pula ada mekanisme untuk memastikan pemberi bantuan hukum tak 'pilih kasih' memberikan bantuan hukum, dengan ancaman sanksi. Verifikasi yang ketat dan akuntabel atas calon lembaga pemberi bantuan hukum harus menjadi syarat. Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, menegaskan UU Bantuan Hukum merupakan bentuk politik hukum dan komitmen Pemerintah. "Untuk mendekatkan masyarakat dengan keadilan," ujar dia, dalam acara yang sama.


UU ini diharapkan dapat memberikan layanan hukum pada kaum marjinal, anak-anak, dan golongan lanjut usia. Mendekatkan hukum dan keadilan melalui UU Bantuan Hukum, akan berwujud bantuan hukum gratis bagi golongan tak mampu yang berperkara hukum. Saat ini Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sedang dikebut, sebagai pedoman teknis pelaksanaan UU 16/2011. Bersamaan, disiapkan juga instrumen penilaian dan pengawasan pemberian bantuan hukum. "Instrumen ini sangat krusial, agar tak terjadi penyimpangan pelaksanaan," ujar Denny. Anggota Komisi III DPR, Didi Irawadi, mengatakan sasaran dari UU 16/2011 adalah kalangan miskin. Definisi miskin memang gampang diperdebatkan. "Tapi, kita masih ingat kasus pencurian kakao, sandal, atau enam piring. Itu yang menjadi sasaran bantuan hukum dari UU ini," tegas dia. Kalangan miskin dalam UU 16/2011, kata Didi, bisa dimaknai sebagai mereka yang memang berkategori miskin menurut pemahaman ekonomi. Tapi, tambah dia, bisa juga dimaknai mereka yang tak punya akses untuk keadilan, atau mereka yang harus berhadapan dalam perkara hukum dengan perusahaan besar. Didi tak menampik, hambatan akan selalu ada. Tapi, sebagai upaya mendekatkan akses publik pada layanan hukum, UU 16/2011 tetap diharapkan punya dampak siginifikan. "(Tapi), jangan sampai menjadi alat untuk pencitraan. UU ini bukan untuk cari popularitas," tegas dia. YLBHI mencatat pada 2011 ada 3.700-an kasus yang membutuhkan pendampingan dengan biaya minimal bahkan cuma-cuma, melalui lembaga tersebut. Angka tersebut meningkat sekitar 400-an kasus dibandingkan tahun sebelumnya. Sokongan negara untuk para pemberi bantuan hukum, akan sangat bermanfaat bila penyelewengan bisa dicegah. Acara yang dilaksanakan Biro Humas dan KLN sekretariat Jenderal ini mengundang seluruh media cetak maupun elektonik juga portal.
 

Berantas Narkoba, Kalah Bukan Pilihan



Dalam ikhtiar memberantas narkoba—sama halnya dengan upaya memberantas korupsi—takut, mundur, apalagi kalah, sama sekali bukanlah pilihan.Upaya justru harus terus dilakukan tanpa henti,dengan konsistensi perjuangan yang semakin tinggi, serta upaya pemberantasan yang semakin efektif.
Itulahsebabnya Kemenkumham terus bergerak dalam upaya membersihkan narkoba, utamanya dari lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan).Tidak hanya dengan berbagai inspeksi mendadak (sidak),namun juga dengan pembenahan sistem yang menyeluruh. Karena sidak saja hanya langkah penindakan yang dapat cenderung reaktif, dan tidakakanbisaefektif, apalagijika tanpa didukung kebijakan pencegahan berupa pembenahan sistem yang komprehensif.
Maka kami pun tidak hanya melakukan sidak ke lapas dan rutan,tetapi juga mengevaluasi seluruh standar kerja pemasyarakatan, agar sistemnya semakin jauh dari penyimpangan. Inspeksi mendadak tentu saja tetap penting dan harus terus dilakukan. Utamanya sebagai terapi kejut, sekaligus untuk mengetahui kelemahan sistem yang kemudian dibenahi. Itu sebabnya, setelah melakukan inspeksi awal pada Senin pekan lalu, saya memutuskan berkoordinasi dengan BNN Provinsi (BNNP) Kalimantan Selatan (Kalsel) untuk melakukan inspeksi lanjutan pada Sabtu lalu di Lapas Teluk Dalam, Banjarmasin.
Dalam inspeksi pertama, Senin lalu, saya telah membagikan (lagi) nomor telepon seluler alias hape saya kepada warga binaan. Bukan berarti mereka boleh punya hape di lapas, tetapi untuk membuka jalur komunikasi langsung antara saya dan warga binaan. Konsekuensinya, hape saya banyak menerima informasi mengenai kondisi Lapas Teluk Dalam dari berbagai sumber. Setelah mengecek akurasinya, saya putuskan untuk melakukan inspeksi dan penggeledahan dengan target yang jelas dan terukur.
Malam Minggu lalu, setelah berkomunikasi dengan Menkumham, berkoordinasi dengan BNNP Kalsel, saya dengan Kakanwil Kalsel bergerak ke Lapas Teluk Dalam. Sebagaimana diberitakan, ada dinamika lapangan pada saat sidak tersebut. Beberapa napi berteriak dari dalam sel. Kondisinya memang sempat ramai selama 5 – 10 menit. Meski demikian, dari salah satu target,kami tetap berhasil menemukan barang bukti berupa tiga hape, Samsung Galaxy Tab beserta seluruh pesan singkat transaksi narkobanya, paket sabu-sabu, alat isap sabu-sabu, brankas yang masih terkunci dan tidak diketahui isinya,serta kartu remi dan dadu yang kemungkinan digunakan untuk berjudi.
Temuan tersebut dirasa cukup untuk malam Minggu itu. Kami putuskan untuk mengevaluasi pelaksanaan sidak, dan melanjutkan dengan pembenahan sistem.Keputusan itu diambil tentu juga untuk menjaga agar kondisi lapas tetap tertib. Lapas Teluk Dalam adalah salah satu tipikal lapas di kota besar yang huniannya berlebih. Dari kapasitas yang seharusnya dihuni oleh kurang dari 400 orang, hingga Senin kemarin lapas dihuni oleh 2.059 orang.
Itu berarti ada kelebihan penghuni 500% lebih. Dari total jumlah warga binaan tersebut yang merupakan kasus narkoba lebih kurang 80%. Itu menunjukkan persoalan narkoba di Kalsel sudah masuk "zona merah". Provinsi kelahiran saya ini,menurut sumber BNNP, menduduki peringkat kelima di Indonesia dalam kasus narkoba. Banjarbaru, tempat saya tinggal, kasus narkobanya naik 100% dalam kurun waktu kurang dari satu tahun terakhir.
Singkatnya, Kalsel sudah darurat narkoba. Maka, persoalan narkoba tentu tidak bisa diselesaikan dengan cara dan pola pikir biasa-biasa saja. Sebagaimana kasus korupsi yang harus dilawan secara luar biasa, demikian pula halnya perang melawan narkoba. Itu sebabnya saya dengan gencar dan terus-menerus menegaskan kebijakan anti- "HaLiNar" di lapas dan rutan, yaitu: anti-hape, anti-pungli dan anti-narkoba.
Ketiganya saling berkait, jika hape dapat diberantas, pungli dapat dihilangkan, dengan sendirinya narkoba juga tidak akan merajalela di lapas/rutan. Karena pengendalian peredaran narkoba di dalam lapas ataupun di luar dari dalam lapas pasti dengan menggunakan hape, serta menjadi langgeng karena oknum petugas juga mendapatkan bagian melalui pungli. Itu sebabnya, sejak awal September lalu kami menginisiasi penyempurnaan menyeluruh standar kerja pemasyarakatan di seluruh lapas/ rutan di Indonesia.
Seminar dan lokakarya pertama telah diadakan di Medan, untuk wilayah Sumatera. Selanjutnya awal Oktober nanti seminar dan lokakarya yang sama berturut-turut akan diadakan di Banjarmasin untuk wilayah Kalimantan; Makassar untuk wilayah Sulawesi; Manokwari untuk wilayah Maluku dan Papua; Denpasar untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara; Surabaya untuk wilayah Jawa; dipungkasi di Jakarta, untuk seluruh Indonesia.
Dalam seminar dan lokakarya itu, pola pembinaan, ketertiban pemasyarakatan, metode perlindungan pelapor dan sistem reward and punishment di lapas/rutan kami benahi. Termasuk kriteria berkelakuan baik yang diusulkan mencakup larangan memiliki hape, narkoba, senjata tajam, berjudi, pungli dan lain-lain. Diatur bahwa pelanggaran atas larangan demikian akan berdampak dengan tidak diberikannya hak napi,semisal remisi.
Tidak hanya kepada warga binaan,reward and punishment juga harus diterapkan kepada petugas lapas/rutan. Bagaimanapun kapasitas dan integritas sumber daya manusia pemasyarakatanlah yang akan menjadi pilar utama pembenahan di lapas dan rutan. Itu pula sebabnya kami mengawal betul proses rekrutmen CPNS yang sekarang sedang berlangsung. Apalagi dari 2.839 CPNS Kemenkumham yang akan diterima, lebih dari 1.800 formasi akan menjadi petugas pemasyarakatan.
Saya diberi kepercayaan penuh oleh Menkumham untuk memimpin langsung proses dan rapat-rapat kelulusan CPNS Kemenkumham. Untuk menjaga agar prosesnya akuntabel, saya tidak hanya melibatkan internal Kemenkumham, tetapi juga unsur Ombudsman, ICW, dan mahasiswa dari Universitas Indonesia. Lebih jauh seluruh proses rapat kelulusan itu juga kami rekam suaranya dan gambarnya (video).
Tidak hanya agar apa yang terjadi di ruang rapat dan proses pengambilan keputusannya terdokumentasi dengan baik,namun juga agar semuanya akuntabel dan transparan. Untuk pengamanan, ruang rapat CPNS tidak hanya dikunci, tapi juga disegel. Demikian pula berkas (file) kelulusan tidak hanya disegel komputer jinjingnya, namun juga diberi password. Kata kunci tersebut merupakan karakter yang harus dipadukan antara password yang diketik Sekjen Kemenkumham, Sekretaris Itjen Kemenkumham, dan perwakilan dari Ombudsman.
Pengamanan demikian sebagai antisipasi agar tidak ada yang bisa mengubah hasil rapat. Kembali ke persoalan narkoba di lapas/rutan, seluruh ikhtiar penindakan (inspeksi mendadak) serta pencegahan (pembenahan sistem) tersebut tidak akan berhenti kami lakukan. Bagi kami di Kemenkumham, pemberantasan narkoba adalah suatu keharusan, suatu keniscayaan. Apapun dinamika, tantangan, dan risikonya tentu harus dilihat sebagai konsekuensi dari perjuangan,yang memang pasti tidak pernah mudah.
Karena yang kita hadapi adalah pebisnis narkoba dan jaringan mafianya. Namun, seberat apa pun tantangan dan risiko yang dihadapi, kita tidak boleh mundur selangkah pun. Lapas dan rutan kami harus terus kami ikhtiarkan bebas dari narkoba. Sekali lagi, dalam memberantas narkoba—sebagaimana dalam perang melawan korupsi— takut,mundur, apalagi kalah bukanlah pilihan.
Demi Indonesia yang lebih bersih dari narkoba,demi Indonesia yang lebih baik, kita tak akan surut selangkah pun,atau dalam bahasa Banjar ada ungkapan terkenal dari pahlawan nasional Pangeran Antasari, "Haram menyarah waja sampai kaputing". Keep on fighting for the better Indonesia.

DENNY INDRAYANA
Wakil Menteri Hukum dan
HAM, Guru Besar Hukum Tata Negara UGM

Empat SOP Pemasyarakatan Jadi Prioritas Penyempurnaan

Empat standar prosedur operasional terkait lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, menjadi prioritas pembahasan di Kementerian Hukum dan HAM, yakni administrasi dan koordinasi, pemberian hak narapidana, pengawasan, dan peraturan Menteri Hukum dan HAM yang terkait disiplin, wistle blower dan assessment.
 
Di antara hal yang diatur dalam SOP yang dibenahi adalah kriteria 'kelakuan baik' sebagai syarat remisi sampai pengurangan hukuman, dan whistle blower system untuk pelaporan dugaan penyimpangan pelaksanaan tugas. "Dalam masalah layanan, pemasyarakatan menjadi salah satu yang paling disorot masyarakat," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana. Pembenahan, ujar dia, butuh kapasitas dan integritas, yang keduanya harus berjalan seiring. Kapasitas membutuhkan kemampuan intelektual, sementara integritas terkait masalah moral.
Khusus untuk lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, Denny menyiapkan satu 'jargon' khusus. Yaitu Anti-Halinar, kependekan dari anti HP (telepon genggam), pungli (pungutan liar), dan narkoba. "Dobel akronim, karena masing-masing sudah singkatan," aku dia.
Rekrutmen CPNS yang bebas setoran dan pungutan, kata Denny, adalah bagian dari mewujudkan semangat anti-halinar di ditjen pemasyarakatan. Karena, mayoritas CPNS yang akan diterima tahun ini akan mengisi formasi di direktorat tersebut. Penyiapan CPNS yang diterima, tambah dia, juga akan diperkuat.
SOP Prioritas
SOP terkait administrasi dan koordinasi menjadi prioritas pembahasan dalam semiloka di Medan ini, salah satunya berhubungan dengan pelepasan tahanan demi hukum. Peraturan Menteri Hukum dan HAM, maupun KUHAP, sudah jelas mengatur mengenai hal ini. Kenyataannya, banyak tahanan belum dilepaskan, sekalipun tak ada surat perpanjangan penahanan dari instansi yang berwenang. "Laksanakan dengan tegas dan jangan takut," kata Denny. Namun demikian, untuk lebih memperkuat, Kementerian Hukum dan HAM akan menegaskan lagi perihal pengeluaran tahanan demi hokum ini dengan SOP.
Sementara soal hak para narapidana, Denny menyoroti masalah kriteria kelakuan baik. Lagi-lagi, hal tersebut berhubungan dengan jargon anti-halinar. Menurut dia, tidak tepat bila kelakuan baik dan catatan dalam register F hanya terkait terlibat atau tidak di insiden fisik seperti perkelahian. Sementara, kepemilikan HP, fasilitas berlebihan, hingga narkoba, tidak masuk kriteria pelanggaran yang tercatat di Register F. Tercatat melakukan pelanggaran dalam Register F, akan menghilangkan kesempatan narapidana mendapatkan hak peringanan atau pengurangan hukuman.
Menurut Denny, kepemilikan HP, pungli, dan kasus narkoba punya korelasi erat. Kasus narkoba yang terungkap dari balik penjara, pasti menemukan pelanggaran fasilitas HP, peralatan komunikasi lain, yang juga bisa terjadi karena ada pungli. "Bagaimana laptop bisa masuk ke sana, kalau bukan karena ada pungli ?" Tanya dia.
Sementara soal whistle blower, ujar Denny, SOP harus sangat jelas. "Masuk ranah pengawasan, dengan best practices di KPK dan Kementerian Keuangan," sebut dia. Sistem pelaporan penyimpangan tugas, harus berbasis satu kesatuan sistem, tidak menggunakan pendekatan personal. Pelapor yang dapat memberikan bukti valid, harus yakin tak bakal mendapat tekanan, bahkan seharusnya mendapatkan penghargaan.
Denny berkeyakinan, bila semangat anti-halinar di pemasyarakatan terwujud, maka layanan pun akan membaik dengan sendirinya. Semangat anti-halinar pun adalah implementasi semangat anti-korupsi.
Whistle Blower
Staf Ahli Kepala UKP4, Yunus Husein, mengatakan whistle blower bukanlah pelaku kejahatan. Sementara orang yang terlibat kejahatan tapi memberikan laporan, disebut justice collaborator. Sejauh ini, sebut dia, LPSK hanya punya satu ayat di pasal 10 UU-nya yang mengatur soal pelapor ini.
Terkait sistem whistle blower, Yunus mengingatkan faktor kerahasiaan adalah poin kunci. Dia pun menyarankan unit khusus dibangun untuk menerima dan menindaklanjuti laporan, sekaligus melindungi pelapor dalam mekanisme ini.
"Saran saya, unit tidak di bawah Ditjen Pemasyarakatan, untuk menghindari konflik kepentingan," kata Yunus. Kerahasiaan dan perlindungan pelapor harus dipastikan ada, tak boleh ada kebocoran yang dapat mengancam keselamatan pelapor. Namun, tambah dia, tindak lanjut atas laporan juga menentukan akan terus ada atau tidaknya laporan masuk.
Seminar dan semiloka juga menghadirkan narasumber lain. Yaitu Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala; dan Plt Kepala Biro Hukum KPK, Rooseno. Pelaporan berbasis whistle blower yang digarap melalui mekanisme online, adalah salah satu contoh praktik di KPK yang dapat menjadi acuan.
Adrianus menegaskan bahwa di Lapas ada situasi khusus, karenanya SOP penting diterapkan namun terbatas pada aspek substansi. "Sedangkan aspek teknis, tentu tidak bisa dilepaskan dari kondisi yang dihadapi," katanya. Pakar kriminologi ini mengatakan bahwa aspek fleksibilitas, kreativitas, inisiatif dan nilai lokal perlu diadopsi dalam menangani kondisi khusus yang ada di tiap Lapas. "Karenanya, kegiatan membuat SOP teknis menjadi 'never ending story'," tandasnya. Di atas segalanya, lanjut Adrianus, integritas merupakan kata kunci bagi segalanya. Ia berpesan agar petugas pemasyrakatan jangan hanya jadi klerik, tapi bekerjalah sebagai seorang profesional. "Integritas terletak pada kata hati, karenanya jangan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani," tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Plt Kepala Biro Hukum KPK, Rooseno, berpesan agar Kementerian Hukum dan HAM jangan memberikan jabatan kepada orang yang berpotensi menjadi koruptor. "Sesuai kata pepatah, ikan busuk dari kepalanya, maka jika pimpinan suatu satuan kerja itu korup maka rusaklah keseluruhan ke bawah," ungkapnya. Rooseno meyakini bahwa berbagai upaya pembenahan SOP seperti yang dilakukan hari ini dapat memperbaiki kinerja Kementerian Hukum dan HAM. (Biro Humas dan KLN)

Syarat ‘Kelakuan Baik’ Untuk Remisi Narapidana Dirumuskan Ulang

Kementerian Hukum dan HAM merumuskan indikator yang lebih terukur untuk kriteria 'berkelakuan baik', yang menjadi salah satu dasar pemberian remisi hingga pembebasan bersyarat narapidana. Perumusan indikator ini dilakukan dalam 'Semiloka Sosialisasi Standar Pelaksanaan Tugas di Lapas dan Rutan'.

 

"Untuk memberikan ukuran yang lebih terukur dan berkeadilan, dalam memberikan hak narapidana," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana. Selama ini, 'berkelakuan baik' hanya diukur dari fakta semacam pernah atau tidaknya narapidana dimasukkan ke sel isolasi. Bila tidak pernah, maka satu poin 'berkelakuan baik' sudah dikantongi.
Sementara, masuk sel isolasi atau tidak, kerap kali ditentukan dari kejadian yang melibatkan aktivitas fisik. Seperti perkelahian. "Mana ada narapidana korupsi berkelahi ? " ujar Denny memberikan contoh celah 'tak fair' dalam pengukuran kriteria 'berkelakuan baik'.
Syarat narapidana mendapatkan hak karena 'tidak tercatat dalam Register F', juga akan dipertajam. Catatan di Register F akan menghapus hak narapidana mendapatkan remisi ataupun keringanan hukuman lain, selama rentang waktu tertentu. Penajaman soal catatan kelakuan selama menjalani hukuman tersebut, antara lain dilakukan dengan memilah kriteria dan jenis pelanggaran yang masuk kategori pelanggaran untuk 'Register F'.
Whistle Blower
Selain isu soal indikator peringanan hukuman narapidana, semiloka Kementerian Hukum dan HAM juga membahas beragam standar prosedur operasional di instansi tersebut. Salah satunya adalah pembahasan mekanisme 'whistle blower' di lingkungan kementerian.
Rujukan kajian mekanisme 'whistle blower' antara lain adalah praktik di Kementerian Keuangan. Langkah di kementerian tersebut, yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan, dinilai cukup efektif menembus lingkaran mafia pajak.
Prinsip dari mekanisme whistle blower adalah pelaporan dari sesama pegawai atau dari pihak yang berurusan dengan pegawai, mengenai penyimpangan tugas. Terutama terkait kasus korupsi.
Penyempurnaan SOP
Semiloka ini merupakan amanat Instruksi Presiden nomor 17/2011, tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012. Kementerian Hukum dan HAM, mendapat amanat untuk menyusun dan menyempurnakan beberapa Standard Operating Procedure (SOP). Seperti, SOP Pemberian Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, SOP Pengawasan Internal dan Eksternal, SOP Perlindungan Whistle Blower, dan SOP Pelayanan Informasi Pemasyarakatan.
Pembahasan dan perumusan SOP dalam semiloka ini juga merujuk laporan masyarakat dan temuan kementerian, atas praktik yang berjalan di lembaga pemasyarakatan maupun rumah tahanan. "Harapannya, ada diseminasi dan pemahaman yang sama, soal SOP di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan," kata Denny.
Selain soal indikator berkelakuan baik, sebut Denny, standardisasi soal fasilitas hunian di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, juga akan dipertegas. Selain untuk menghapus perbedaan di antara terpidana korupsi dengan terpidana kasus pencurian, misalnya, pengaturan soal fasilitas terkait pula dengan pembiayaan instansi pemasyarakatan tersebut.
Denny menambahkan, semiloka juga akan menegaskan ulang SOP terkait tahanan yang sudah overstayed. Yaitu mereka yang sudah habis masa tahanan di setiap level perkara, tetapi tidak juga ada surat permohonan perpanjangan penahanan dari instansi yang berwenang. "Harus dibebaskan demi hukum, kalau memang tak ada surat perpanjangan masa tahanan," tegas Denny.
Agenda
Semiloka selama tiga hari dibuka Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana. Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Sihabudin, akan menjadi pembicara kunci sebelum kegiatan dibuka.
Akan hadir pula beberapa narasumber lain dalam kegiatan semiloka, seperti Staf Ahli Kepala UKP4, Yunus Husein. Bersama mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ini, dijadwalkan hadir pula kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala. Pembicara lain yang juga dijadwalkan hadir, adalah Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Warih Sadono.

Sambutan Kepala Rutan

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah Nya, s...