Bagi Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran
mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga
merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan
Pemasyarakatan yang telah ditetapkan dengan suatu sistem perlakuan
terhadap pelanggar hukum di Indonesia yang dinamakan dengan Sistem
Pemasyarakatan.
Konsepsi
awal secara formil dimunculkan oleh DR. Sahardjo, SH Menteri Kehakiman RI pada waktu itu, pada
tanggal 5 Juli 1964, pada saat penganugerahan Doktor Honoris Causa :
bahwa tujuan pidana penjara disamping menimbulkan rasa derita karena
dihilangkan kemerdekaan bergeraknya, juga untuk bertaubat, serta mendidik menjadi orang yang berguna, yang kemudian secara singkat bahwa tujuan pidana penjara adalah PEMASYARAKATAN.
Bersama
Bahrudin Suryobroto, saat diadakan Konferensi Kepenjaraan di Lembang Bandung dari 27 April s/d 7
Mei 1964, disepakati bahwa : Pemasyarakatan bukan hanya
tujuan pidana penjara, melainkan juga proses yang bertujuan memulihkan kembali
kesatuan hubungan kehidupan dan penghidupan yang terjalin antara individu
terpidana dan masyarakat, (kemudian menjadi visi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan).
Pada tahun 1956, diadakan Konferensi Besar Jawatan Kepenjaraan di Sarangan
Jawa Timur, yang memunculkan pemikiran-pemikiran baru mengenai tujuan
pemidanaan yaitu menjadi anggota masyarakat yang berguna, tidak mengulangi
kejahatan. Kejahatan tidak dilihat dari aspek individual semata-mata, tetapi
juga dilihat dari aspek sosial dan lingkungannya.
Konsepsi
ini merupakan momentum yang membedakan filosofi, proses dan tujuan
pemidanaan, di Indonesia dengan masa sebelumnya. Pada masa itu (masa
penjajahan dan kemerdekaan sampai tahun 1963), filosofinya untuk : pembalasan, penjeraan dan resosialisasi.
Konsekuensi
dari pemikiran-pemikiran tadi, kemudian papan-papan nama : Kepenjaraan diganti menjadi Pemasyarakatan.
Perubahan-perubahan tersebut diikuti dengan perubahan-perubahan yang berorientasi Pemasyarakatan :
Pembinaan luar lembaga, pembinaan dalam lembaga, model-model formulir dan register serta keikutsertaan kongres yang diselenggarakan PBB mengenai perlakuan para narapidana.
Diperlukan lebih
dari 30 tahun baru muncul Undang-Undang Nomor
12
tahun 1995.
Reglemen
penjara sebagai pedoman, sedangkan konsepsi yang dipakai adalah Pemasyarakatan
Sehingga
ada kelemahan terutama pada bidang-bidang politik legislatif maupun eksekutif
Sistem
Pemasyarakatan
didukung momentum secara parsial antara lain dibidang narapidana anak, dengan
dibentuknya Direktorat Bispa Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan
Pada
perjalanan selanjutnya ada kemajuan dibidang konsepsi Pemasyarakatan mengalami kemajuan terutama pada bidang
perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.
Dengan adanya Undang Undang
Pemasyarakatan ini maka makin kokoh usaha-usaha untuk mewujudkan visi
Sistem Pemasyarakatan, sebagai tatanan mengenai arah dan batas serta
cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang
dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat
untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari
kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang
baik dan bertanggung jawab.